Rabu, 11 Maret 2015

Pengantar Sosiologi Perikanan Melalui Pendekatan Aquaticand marineip prenersh melalui kelompok pembudidaya ikan di Selayar

Pengantar Sosiologi Perikanan Melalui Pendekatan Aquaticand marine prenership di Daerah Pantai Selayar Sulawesi Selatan
(Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Sosiologi Perikanan)

Di Susun Oleh:
Kelompok 3B
    Rizki Nugraha Saputra
230110140094
Siti Laila Rufaidah
230110140077
Ade Khoerul Umam
230110140082
Dewanto Bismantoro
230110140115
Ivan Maulana
230110140124
Perikanan B








FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN

2015
KATA PENGANTAR


Puji dan Syukur Penulis Panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyusun makalah ini tepat pada waktunya. Makalah ini membahas "Pendekatan Sosiologi di Daerah Selayar, Sulawesi Selatan ". Atas dukungan moral dan materi yang diberikan dalam penyusunan makalah ini, maka penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Ibu Dr Atikah Nurhayati SP.MP, selaku dosen sosiologi perikanan, yang memberikan bimbingan, saran, dan ide dalam pembuatan makalah ini.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis banyak mendapat tantangan dan hambatan akan tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak tantangan itu bisa teratasi. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini, semoga bantuannya mendapat balasan yang setimpal dari Tuhan Yang Maha Esa.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari bentuk penyusunan maupun materinya. Kritik konstruktif dari pembaca sangat penulis harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya. Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita sekalian.


                                                                            
Jatinangor, 11 Maret 2015



                                                                                                          Penulis  





DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ...............................................................................    i
DAFTAR ISI..............................................................................................     ii 
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ....................................................................................      1
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Teori Sosiologi Menurut Para Ahli Sosiologi..................        2
2.2. Perkembangan Tokoh Sosiologi.........................................................       2
2.3 Teori Sosiologi Ekonomi.....................................................................       5
2.4 Perkembangan Sosiologi Perikanan Melalui Pendekatan
      Aquatic And Marine Prenership………………………………………   6
2.5 Gambaran Umum Wilayah Pesisir dan Laut Sulawesi Selatan...........       7
2.6 Sejarah Selayar....................................................................................       7
2.7 Hubngan Pelabuhan dan Pedalaan.......................................................     8
2.8 Sumberdaya Perikanan dan Kelautan di Kabupaten...........................      9
2.9 Jenis Alat Tangkap Ikan di Kabupaten Selayar………………………     10
2.10 Kearifan Lokal Pulau Selayar...........................................................       11
2.11 Perdagangan Ikan di Pulau Selayar…………………………………    12
BAB III ANALISIS..................................................................................    13
BAB IV PENUTUP
4.1.Kesimpulan.........................................................................................      17 4.2.Saran...................................................................................................       17

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………    18


 BAB I
PENDAHULUAN
1.1    Latar Belakang
Sosiologi adalah ilmu tentang kehidupan manusia. Salah satunya adalah mempelajari tentang sosialisasi dan pembentukan kepribadian. Selain daripada itu, sosiologi merupakan disiplin ilmu yang memiliki cakupan luas dan memiliki banyak cabang. Hal ini disebabkan sosiologi memiliki tokoh-tokoh yang membuat studi sosiologi semakin berkembang mengikuti perkembangan zaman serta situasi yang dihadapi. Adapun para tokoh tersebut menyumbangkan teori-teorinya mengenai studi sosiologi sesuai dengan peristiwa-peristiwa yang mereka alami dizamannya.

Wilayah Sulawesi Selatan dilihat dari rupa bumi Indonesia sangat strategis karena berada di tengah kepulauan Indonesia. Wajar bila menjadi lalu lintas perdagangan antar negara sejak dulu bahkan titik interaksi ekologis antara dua samudera luas yaitu Pasifik dan Samudera Indonesia. Selain itu, perairan Sulsel menyimpan ragam ekosistem laut, pulau dan ekosistem penting seperti terumbu karang, mangroves dan perairan lepas.
Perairan Spermonde di barat Kota Makassar yang diisi puluhan pulau, kawasan Teluk Bone di timur yang membentang dari Sinjai hingga Luwu serta Laut Flores yang menyimpan dan menawarkan daya tarik Taman Nasional Taka Bonerate (Selayar) merupakan wahana sosial-ekonomi warga sejak lama.  Pada tingkat regional, Perairan Sulsel merupakan rupa wilayah kepulauan yang menjadi simpul interaksi tiga kawasan strategis, Sulawesi-Nusatenggara-Bali. Ditilik dari dimensi sejarah, Sulawesi bagian Selatan adalah kawasan yang paling dinamis. Sejak zaman keemasan kerajaan Gowa, kawasan ini adalah pusat pendidikan dan kebudayaan sekaligus syahbandar perdagangan yang dijejali pendatang dari berbagai bangsa. Pada zaman Sulsel merupakan basis perjuangan nasional, bahkan saat pembebasan Irian Barat, Makassar (ibukota Sulsel) merupakan basis perjuangan pemerintah RI. Posisi itu dapat disebut sebagai simpul fungisonal dalam sisi geopolitik. Dimensi Kelautan merupakan bagian integral Indonesia. Sejatinya, pengalaman historis tersebut menjadi modal sekaligus pemantik pergerakan pengelolaan kelautan sebagai sumber inspirasi pembangunan nasional dan daerah.
Ini bukan program coba-coba, dan bukan sebuah program dasar yang baru akan mempelajari atau menelusuri kegiatan para nelayan dan sumber dayanya, akan tetapi sebuah upaya dan langkah nyata yang merupakan praktek dari teori hasil yang telah diteliti selama ini. Sehingga pelayanan informasi terhadap nelayan dari hasil riset nantinya akan langsung dimanfaatkan oleh nelayan kita. Bayangkan bila informasi  pergerakan ikan dalam setiap siklus pergerakannya dapat terdeteksi dan langsung diinformasikan bagi nelayan kita, bukankah kemudian hasil tangkapan akan semakin banyak, termasuk bila kemudian ada hal-hal penting dari pusat riset yang saat itu sangat dibutuhkan nelayan, misalnya informasi cuaca atau kejadian disekitar laut Selayar, jelas Marjani. Sementara itu, dalam perencanaa ini, pihaknya akan segera melakukan  kerjasama dengan para peneliti perikanan dan kelautan dari  sejumlah kampus yang ada di Sulawesi-selatan.

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Pengertian dan Perkembangan Teori Sosiologi Menurut Para Ahli Sosiologi
            Istilah sosiologi pertama kali ditemukan oleh filsafat, moralis, dan sekaligus sosiolog berkebangsaan Perancis, Auguste Comte. Menurut Comte, sosiologi berasal dari bahasa latin socius yang artinya teman atau sesame dan logis dari kata Yunani yang artinya cerita. Jadi pada awalnya, sosiologi berarti bercerita tentang teman atau kawan (masyarakat).
Secara umum definisi dari sosiologi adalah ilmu pengetahuan tentang masyarakat. Menurut Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi, sosiologi adalah ilmu kemasyarakatan yang mempelajari struktur sosial dan proses-proses sosial termasuk perubahan sosial. Sosiologi adalah ilmu yang memusatkan perhatian pada segi-segi kemasyarakatan, yang bersifat umum dan berusaha untuk mendapatkan pola-pola umum kehidupan masyarakat, definisi ini dikemukakan Soerjono Soekanto, ahli sosiologi Indonesia. Sementara, Paul B. Horton berpendapat, sosiologi adalah ilmu yang memusatkan kajian pada kehidupan kelompok dan produk kehidupan kelompok tersebut.
Sebagai sebuah ilmu, sosiologi merupakan pengetahuan kemasyarakatan yang tersusun dari hasil-hasil pemikiran ilmiah dan dapat dikontrol secara kritis oleh orang lain atau umum.
2.2 Perkembangan Tokoh Sosiologi
Tokoh utama dalam sosiologi adalah Auguste Comte (1798-1857) berasal dari perancis yang merupakan manusia pertama yang memperkenalkan istilah sosiologi kepada masyarakat luas. Auguste Comte disebut sebagai Bapak Sosiologi di dunia internasional. Di Indonesia juga memiliki tokoh utama dalam ilmu sosiologi yang disebut sebagai Bapak Sosiologi Indonesia yaitu Selo Soemardjan / Selo Sumarjan / Selo Sumardjan.
1. Auguste Comte (1798 – 1857)
- Bapak Sosiologi, anggapannya sosiologi terdiri dari dua bagian pokok, yaitu social statistics dan social dynamics.
- Sebagai social statistics sosiologi merupakan sebuah ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara lembaga-lembaga kemasyarakatan.
Social dynamics meneropong bagaimana lembagalembaga tersebut berkembang dan mengalami perkembangan sepanjang masa.
- Tiga tahap perkembangan pikiran manusia
1. Tahap teologis, ialah tingkat pemikiran manusia bahwa semua benda di dunia ini mempunyai jiwa dan itu disebabkan oleh sesuatu kekuatan yang berada di atas manusia.
2. Tahap metafisis, pada tahap ini manusia masih percaya bahwa gejala-gejala di dunia ini disebabkan oleh kekuatan-kekuatan yang berada di atas manusia.
3. Tahap positif, merupakan tahap di mana manusia telah sanggup untuk berpikir secara ilmiah. Pada tahap ini berkembanglah ilmu pengetahuan.

2. Emile Durkheim (1858-1917)
Sosiologi meneliti lembaga-lembaga dalam masyarakat dan proses-proses sosialnya. Sosiologi dibagi ke dalam tujuh seksi, yakni :
a. sosiologi umum yang mencakup kepribadian individu dan kelompok manusia
b. sosiologi agama
c. sosiologi hukum dan moral yang mencakup organisasi politik, organisasi sosial, perkawinan dan keluarga.
d. Sosiologi tentang kejahatan.
e. Sosiologi ekonomi yang mencakup unuran-unuran penelitian dan kelompok kerja.
f. Demografi yang mencakup masyarakat perkotaan dan pedesaan.
g. Dan sosiologi estetika.
3. Max Weber (1864-1920)
- Sosiologi adalah ilmu yang berusaha memberikan pengertian tentang aksi-aksi sosial.
- Teori Ideal Typus, yaitu suatu kosntruksi dalam pikiran seorang peneliti yang dapat digunakan sebagai alat untuk menganalisis gejala-gejala dalam masyarakat.
- Ajaran-ajarannya sangat menyumbang sosiologi, misalnya analisisnya tentang wewenang, birokrasi, sosiologi agama, organisasi-organisasi ekonomi dan seterusnya.

4Charles Horton Cooley (1864-1929)
- Mengembangkan konsepsi mengenai hubungan timbalbalik dan hubungan yang tidak terpisahkan antara individu dengan masyarakat.
- Teorinya mengidamkan kehidupan bersama, rukun dan damai sebagaimana dijumpai pada masyarakatmasyarakat yang masih bersahaja.
- Prihatin melihat masyarakat-kasyarakat modern yang telah goyah norma-normanya, sehingga masyarakat bersahaja merupakan bentuk ideal yang terlalu berlebih-lebihan kesempurnaannya.

5. Pierre Guillaurne Frederic Le Play (1806-1882)
- Mengenalkan metode tertentu di dalam meneliti dan menganisis gejala-gejala sosial yaitu dengan jalan mengadakan observasi terhadap fakta-fakta sosial dan analisis induktif. Kemudian dia juga menggunakan metode case study dalam penelitian-penelitian sosial.
- Hasil penelitiannya, bahwa lingkungan geografis menentukan jenis pekerjaan, dan hal ini mempengaruhi organisasi ekonomi, keluarga serta lembaga-lembaga lainnya.

6. Ferdinand Tonnies
- Teorinya mengenai Gemeinschaft dan Gesellschaft sebagai dua bentuk yang menyertai perkembangan kelompok-kelompok sosial.
- Gemeinschaft (paguyuban) adalah bentuk kehidupan bersama dimana anggota-anggotanya diikat oleh hubungan batin yang murni dan bersifat alamiah serta bersifat kekal.
Gesellschaft (patembayan) merupakan bentuk kehidupan bersama yang merupakan ikatan lahir yang bersifat pokok dan biasanya untuk jangka waktu yang pendek.

7. Leopold Wiese (1876-1949)
- Sosiologi adalah penelitian terhadap hubungan antar manusia yang merupakan kenyataan sosial.
- Objek khusus sosiologi adalah interaksi sosial atau proses sosial

8. Alfred Vierkandt (1867-1953)
- Sosiologi terutama mempelajari interaksi dan hasil interaksi tersebut. Masyarakat merupakan himpunan interaksi-interaksi sosial, sehingga sosiologi bertugas untuk mengkonstruksikan teori-teori tentang masyarakat dan kebudayaan.
- Dasar semua struktur sosial adalah ikatan emosional;tak ada konflik antara kesaradan individual dengan kelompok, oleh karena itu individu tunduk pada tujuan kelompoknya.

9. Lester Frank Ward(1841-1913)
- Sosiologi bertujuan untuk meneliti kemajuan-kemajuanmanusia
- Ia membedakan antara pure sociology (sosiologimurni) yang meneliti asal dan perkembangan gejala-gejala sosial, dan apllied sociology (sosiologi terapan) yang khusus mempelajari perubahan-perubahan dalammasyarakat karena usaha-usaha manusia.
- Kekuatan dinamis dalam gejala sosial adalah perasaan.

10Vilfredo Pareto (1848-1923)
- Sosiologi didasarkan pada observasi terhadaptindakan-tindakan, eksperimen terhadap fakta fakta dan rumus-rumus matematis.
- Masyarakat merupakan sistem kekuatan yang seimbang dan keseimbangan tersebut tergantung pada ciri-ciri tingkah laku dan tindakan-tindakan manusia dan tindakan-tindakan manusia tergantung dari keinginan-keinginan serta dorongan-dorongan dalam dirinya.

11. George Simmel (1858-1918)
- Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan yang khusus,yaitu satu-satunya ilmu pengetahuan analitis yang abstrak di antara semua ilmu pengetahuan kemasyarakatan.
- Objek sosiologi adalah bentuk-bentuk hubungan antar manusia

12. William Graham Summer (1840-1910)
- Sistem sosiologi didasarkan pada konsep in-group dan out-group.
- Masyarakat merupakan peleburan dari kelompok kelompok sosial
- Empat dorongan yang universal dalam diri manusia yaitu rasa lapar, rasa cinta, rasa takut, dan rasa hampa.

13. Robert Ezra Park(1864-1944)
- Pelopor mazhab Ekologi.
- Sosiologi meneliti masyarakat setempat dari sudut hubungan antar manusia.

14Karl Mannheim (1893-1947)
- Pelopor sosiologi pengetahuan, menelaah hubungan masyarakat dengan pengetahuan
- Akar dari segenap pertentangan yang menimbulkan krisis terletak dalam ketegangan-ketegangan yang timbul disemua lapangan kehidupan.
- Planning for freedom, yaitu semacam perencanaan yang diawasi secara demokratis dan menjamin kemerdekaan aktivitas-aktivitas individu maupun kelompok manusia.

2.3 Teori Sosiologi Ekonomi
Didalam kehidupan masyarakat sebagai satu system maka bidang ekonomi hanya sebagai salah satu bagian atau subsistem saja. Oleh karena itu, didalam memahami aspek kehidupan ekonomi masyarakat maka perlu dihubungkan antara factor ekonomi dengan factor lain dalam kehidupan masyarakat tersebut. Factor-faktor tersebut antara lain: faktor agama dan nilai-nilai tradisional, ikatan kekeluargaan, etnisitas, dan stratifikasi sosial.
Faktor-faktor tersebut mempunyai pengaruh yang langsung terhadap perkembangan ekonomi. Faktor agama dan nilai-nilai tradisional: ada nilai-nilai yang mendorong perkembangan ekonomi, akan tetapi ada pula nilai-nilai yang menghambat perkembangan ekonomi. Demikian pula dengan kelompok solidaritas, dalam hal ini yakni keluarga dan kelompok etnis, yang terkadang mendorong pertumbuhan dan terkadang pula menghambat pertumbuhan ekonomi.

Menurut Karl Mark (1818-1883), teori mengenai kelas yang disajikan dalam bukunya "The Communist Manifesto", kelas dibagi menjadi dua yaitu bourgeoise dan plotecar. Sosiologi ekonomi memperhatikan tindakan ekonomi sejauh ia mempunyai dimensi sosial dan selalu melibatkan makna serta berhubungan dengan kekuasaan.
Fenomena ekonomi adalah cara orang atau masyarakat mmenuhi hidup mereka terhadap jasa dan barang langka. Sedangkan, sosiologi memandang ekonomi sebagai bagian integral dari masyarakat.
Swedberg Richard dalam bukunya "economics and sociology; conversation with economist and sociology" (1990). Tiga kecenderungan yang telah terjadi pada pembagian kerja antara ekonomi dan sosiologi, yaitu:
1.    Ekonom memperluas bidang kajiannya pada sosiologi
2.    Sosiolog memperluas bidang kajiannya pada ekonomi
3.    Munculnya perpaduan baru antara ekonomi dan sosiologi
2. 4 Perkembangan Sosiologi Perikanan Melalui Pendekatan Aquatic And Marine Prenership           
Sosiologi perikanan merupakan cabang sosiologi yang mempunyai objek khusus yaitu masyarakat pesisir yang hidup dari sumber daya laut seperti, nelayan,buruh,pembudidaya, penangkapan, tambak di daerah air laut, tawar dan air payau sesuai dengan potensi-potensi sumberdaya perikanan di daerah tersebut  (Adnans, 1997).
1. Peranan Sosiologi Perikanan antara lain (Adnans, 1997):
a.    Masyarakat Perikanan sebagai obyek dalam melaksanakan kehidupannya;
b.    Dapat mendiskripsikan dan memprediksi perilaku anggota masyarakat perikanan;
c.    Mempelajari obyek apa yang terjadi saat Ini, bukan apa yang seharusnya terjadi;
d.    Mengamati indikator-indikator dari proses kehidupan masyarakat perikanan atau di masyarakat pesisir yang sebagian besar mengalami kemiskinan.
2.    Kegunaan Masyarakat Pesisir antara lain (Adnans, 1997) :
a.    Mengetahui gejolak sosial yang terjadi dalam kehidupan masyrakat perikanan
b.    Menjadi kebutuhan sarjana perikanan sebagai agen pembaharu yang mampu bekerja secara professional ;
c.    Memberikan penilaian dalam proses perkembangan masyarakat perikanan.
Masyarakat pesisir adalah golongan besar atau kecil dari beberapa manusiayang sebagian besar wilayahnya adalah wilayah pesisir, dengan karena sendirinya bertalian secara golongan dan mempengaruhisatu sama lain.
Pada hakikatnya pengertian masyarakat mempunyai unsur-unsur sebagai berikut :
1.   Adanya sejumlah manusia yang hidup bersama. Sekelompok masyarakat yang sudah lama mendiami suatu daerah tertentu dengan aturan atau norma.
2.   Bercampur atau bersama-sama untuk waktu yang cukup lama, sudah ada sejak dulu. Dan menetap pada suatu daerah tertentu yang diatur oleh norma social dan nilai sosial yang telah disepakati oleh masyarakat setempat.
3.   Menyadari bahwa mereka merupakan satu kesatuan, menyadari bahwa mereka bersama-sama di ikat oleh perasaan anggotayang satu dengan yang lainnya.
4.   Menghasilkan suatu kebudayaan tertentu. Masyarakat pesisir adalah masyarakat yang memiliki temperamental dan karakter watak yang keras dan tidak mudah di atur. Aparat birokrasilokal mengatakan hal serupa dengan menyatakan, bahwa daerah pesisirtergolong desa yang paling rawan kekerasan, kaum wanitanya juga bersikapkritis terhadap aparat desa yang kebijakannya dinilai tidak benar, misalnya : merugikan kepentingan masyarakat setempat.
2.5    Gambaran Umum Wilayah Pesisir dan Laut Sulawesi Selatan
            Kabupaten Selayar merupakan salah satu Kabupaten diantara 29
Kabupaten/Kota di Propinsi Sulawesi Selatan, yang terletak diujung selatan dan
memanjang dari utara ke selatan. Daerah ini memiliki keistimewaan, yakni satu-satunya kabupaten di Sulawesi Selatan yang seluruh wilayahnya terpisah dari
daratan Sulawesi Selatan dan terdiri dari gugusan pulau-pulau kecil dan besar
sehingga merupakan wilayah kepulauan.

Gugusan pulau-pulau yang berjumlah 123 buah itu, membentang dari utara
ke selatan dengan luas wilayah Kabupaten Selayar tercatat 1.188,28 km2. Wilayah daratan (5,32%) dan 21.138,41 km2 (94,689%) merupakan wilayah lautan, yang diukur 4 mil keluar pada saat air surut terendah terhadap pulau-pulau terluar.
images/FotoKawasan/Selayar1.jpg
Secara geografis, Kabupaten Selayar berada pada koordinat 5° 42’ – 7° 35’ LS dan 120° 15’ – 122° 30’ BT (Lampiran 1) yang berbatasan dengan :
- Sebelah utara dengan Kabupaten Bulukumba dan Teluk Bone
- Sebelah timur dengan Laut Flores (NTT)
- Sebelah selatan dengan Propinsi NTT
- Sebelah barat dengan Laut Flores dan Selat Makassar

2.6  Sejarah Selayar
Sejarah Selayar - Kabupaten Kepulauan Selayar adalah sebuah kabupaten yang terletak di Provinsi Sulawesi SelatanIndonesia. Ibu kota kabupaten Kepulauan Selayar adalah Kota Benteng. Kabupaten ini memiliki luas sebesar 10.503,69 km² (wilayah daratan dan lautan) dan berpenduduk sebanyak ±134.000 jiwa. Kabupaten Kepulauan Selayar terdiri dari 2 sub area wilayah pemerintahan yaitu wilayah daratan yang meliputi kecamatan Benteng, Bontoharu, Bontomanai, Buki, Bontomatene, dan Bontosikuyuserta wilayah kepulauan yang meliputi kecamatan Pasimasunggu Timur, Takabonerate, Pasimarannu, dan Pasilabena.
Pada masa lalu, Kabupaten Kepulauan Selayar pernah menjadi rute dagang menuju pusat rempah-rempah di Maluku. Di Pulau Selayar, para pedagang singgah untuk mengisi perbekalan sambil menunggu musim yang baik untuk berlayar. Dari aktivitas pelayaran ini pula muncul nama Selayar. Nama Selayar berasal dari kata cedaya (Bahasa Sanskerta) yang berarti satu layar, karena konon banyak perahu satu layar yang singgah di pulau ini. Kata cedaya telah diabadikan namanya dalam Kitab Negarakertagama karangan Empu Prapanca pada abad 14. Ditulis bahwa pada pertengahan abad 14, ketika Majapahit dipimpin oleh Hayam Wuruk yang bergelar Rajasanegara, Selayar digolongkan dalam Nusantara, yaitu pulau-pulau lain di luar Jawa yang berada di bawah kekuasaan Majapahit.
Selain nama Selayar, pulau ini dinamakan pula dengan nama Tana Doang yang berarti tanah tempat berdoa. Di masa lalu, Pulau Selayar menjadi tempat berdoa bagi para pelaut yang hendak melanjutkan perjalanan baik ke barat maupun ke timur untuk keselamatan pelayaran mereka. Dalam kitab hukum pelayaran dan perdagangan Amanna Gappa (abad 17), Selayar disebut sebagai salah satu daerah tujuan niaga karena letaknya yang strategis sebagai tempat transit baik untuk pelayaran menuju ke timur dan ke barat. Disebutkan dalam naskah itu bahwa bagi orang yang berlayar dari Makassar ke Selayar, Malaka, dan Johor, sewanya 6 rial dari tiap seratus orang.Belanda mulai memerintah Selayar pada tahun 1739. Selayar ditetapkan sebagai sebuah keresidenan dimana residen pertamanya adalah W. Coutsier (menjabat dari 1739-1743). Berturut-turut kemudian Selayar diperintah oleh orang Belanda sebanyak 87 residen atau yang setara dengan residen seperti Asisten Resident, Gesagherbber, WD Resident, atau Controleur. Kabupaten Selayar yang merupakan salah satu Kabupaten dalam wilayah Provinsi Slawesi Selatan, terbentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 1959 tentang Pembentukan Daerahdaerah Tingkat II di Sulawesi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1959 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1822). Yang kemudian berubah nama menjadi Kabupaten Kepulauan Selayar berdasarkan PP. No. 59 Tahun 2008.
Jejak kehadiran orang Melayu di Selayar, juga dapat ditelusuri melalui penggunaan nama penduduk terutama yang mendiami perkampungan bernama Padang dan nama tempat di Desa Buki. Kemudian hal yang tidak kalah penting yakni posisi Selayar dalam jaringan pelayaran dan perdagangan Nusantara sejak abad ke-13, yang memungkinkan berbagai suku bangsa singgah di tempat ini.

2.7 Hubungan Pelabuhan dan Pedalaman
Pada masa Kolonial Afdeling Selayar dibagi menjadi dua Onderafdeling, yakni Onderafdeling Selayar dan Bonerate. Onderafdeling  Selayar mencakup sebelas  daerah seperti Tanete, Batamata, Buki, Boneya, Benteng,  Bontobangun, Balabulo, Laiyolo dan Barang Barang, Bahuluwang, Tambalongang dan Pulasi  digabungkan dengan  pulau Kayuwadi. Daerah-daerah tersebut  diperintah oleh seorang kepala distrik dengan gelar galarang, Mereka mendapat gelar bupati atau opu.
Di onderafdeling Bonerate mengcakup  enam kepala negeri dengan gelar galarang yang diangkat atas persetujuan Kontroleeur  Bonerate dan Kalau, sementara seorang kepala dengan gelar punggawa diangkat atas pulau Tanah Jampeya. Pemerintahan Eropa diterapkan oleh seorang Kontroleur  yang langsung menerima perintah dari Guberneur yang berpusat di Makasar dan dibantu oleh penguasa Kolonial di Bonerate. Pemerintahan pribumi dijalankan oleh bupati yang dibantu oleh wakil bupati atau Opu malolo, galarang atau kepala nagari atas beberapa kampung, kepala kampung dan tau toa atau tetua kampung. Antara opu lolo dan galarang di kabupaten Bontobangun, Buki, Batamata, Boneya dan Balabulo para kepala negari ditemukan dengan gelar punggawa, sementara di tiga daerah tersebut di Layolo masih ada seorang kepala adat bergelar Baligau yang pangkatnya kira-kira sama seperti Opu Lolo. Opu Lolo berarti raja muda, sementara baligau berasal dari gabungan kata bali dan gau yang dianggap sebagai pengganti raja ( Bugis Sullewatang) jika berhalangan  dari apa yang dilakukan, jadi raja.
 Kekautan ekonomi Selayar adalah kopra. Terjadi perubahan penting  dalam perdagangan Selayar terjadi pada tahun   1946,  ketika masa-masa kesulitan pengangkutan kopra seusai perang. Para pedagang Selayar yang memiliki perahu berperan besar dalam pengangkutan kopra dari berbagai pulau. Para pedagang mulai mencari jalan untuk mengakut kopra   akibat sulitnya  pengangkutan. Jumlah pengangkutan kopra dari Selayar pehau ke Makassar terus meningkat yaitu sekitar 20 % sebelum perang naik menjadi sampai 40 % setelah perang.
2.8 Sumberdaya Perikanan dan Kelautan di Kabupaten Selayar
Kabupaten Selayar memiliki panjang garis pantai sekitar 670 km dengan
jumlah pulau-pulau kecil dan besar 123 buah, sehingga sangat potensial untuk
kegiatan penangkapan ikan dan budidaya. Potensi budidaya tambak terlihat dari
luasan areal tambak sebesar 1.089 ha yang tersebar di empat kecamatan, yaitu
Kecamatan Bontoharu, Bontosikuyu, Pasimasunggu dan Bontomanai. Selain itu
wilayah perairan laut Kabupaten Selayar mempunyai kawasan terumbu karang
dengan luas sekitar 4.400 ha, yang tersebar di beberapa tempat seperti : Kawasan
Taman Nasional Laut Taka Bonerate seluas 530.765 ha dan Terumbu karang
Tambolongan 1.400 ha. (Rencana strategis DKP Kabupaten Selayar, 2003).
                                                                                          
Tabel 1.  Produksi perikanan tangkap dan jumlah alat tangkap Kabupaten. Selayar
tahun 2000-2004.
Tahun
Produksi (ton)
Jumlah Alat Tangkap
2000
11.327,9
2.007
2001
11.295,9
2.041
2002
11.969,6
2.052
2003
13.635,4
1.332
2004
12.967,7
3.965
Sumber : DKP Kabupaten Selayar tahun 2000-2004
Pulau Selayar memiliki potensi sektor perikanan dan kelautan yang melimpah. Potensi ikan pelagis dan demersal Kabupaten Selayar untuk kecamatan kepulauan sebesar 6.330 ton/tahun ikan pelagis dan 11.309 ton/tahun ikan demersal menurut data DKP Selayar tahun 2006. Dengan sumberdaya sektor kelautan dan perikanan yang baik, perlu dikembangkan lagi usaha perikanan tangkap, usaha budidaya.
Potensi wisata bahari yang dimiliki pulau ini pun sebenarnya sangat banyak, sayangnya pengembangannya terlihat belum dilakukan maksimal. Selama ini pertanian adalah mata pencaharian yang menjadi andalan penduduk daerah ini, padahal Selama ini pertanian masih menjadi andalan utama perekonomian wilayah yang sering di sebut Bumi Tana Doang yang berarti bumi tempat memohon kepada Yang Maha Kuasa.
Berdasarkan penelitian terlihat bahwa potensi ikan layang yang mencapai sekitar 734.9 ton/tahun umumnya menempati Perairan Selayar pada musim timur kecuali pada bulan Agustus. Pada bulan ini ikan layang menyebar pada berbagai lokasi yaitu berada pada Teluk Bone bagian selatan, sekitar perairan Makassar dan bagian selatan wilayah perairan Selayar. Hal ini berarti ikan layang bersifat endemik (cenderung lebih sering dijumpai) di daerah penelitian.



Tabel 2. Potensi Penyebaran Sumber Daya Ikan Demersal di Perairan Laut Kabupaten Selayar.
No.
Jenis Ikan
Potensi
Penyebaran
1
Lencam (Lethrinus spp)
Banyak
Seluruh kecamatan
0,5-3 mil
2
Kakap (Lates calcarifer)
Melimpah

0,5-3 mil
3
Peperek (Leiognathus spp)
Melimpah
Seluruh kecamatan
0,5-3 mil
4
Biji nangka (Upeneus spp)
Banyak
Seluruh kecamatan
0,5-3 mil
5
Merah (Lutjanus malabaricus)
Ada
Seluruh kecamatan
0,5-3 mil
6
Tambangan (L.johni)
Banyak
Seluruh kecamatan
0,5-3 mil
7
Bambangan (L.sanguneus)
Ada
Seluruh kecamatan
0,5-3 mil
8
Ekor Kuning (Caesio spp)
Melimpah
Seluruh kecamatan
0,5-3 mil
9
Kapas-Kapas (Gerres sp
Banyak
Seluruh kecamatan
0,5-3 mil
Ekosistem mangrove tidak terlalu banyak di Kabupaten Kepulauan Selayar karena batuan terjal dan curam. Meski demikian, luasan mangrove yang hanya 16,53 Ha terdapatRhizopora spp dan Avicenna spp. Kabupaten ini merupakan gugusan pulau-pulau karang dikenal sebagai pulau atol yang terbesar. Luasan terumbu karang teridentifiksi mencapai 33.313,86 Ha. Tutupan karang didominasi oleh bentuk koloni karang Non Acropora dalam bentuk karang bulat (massif), karang menjalar dan bercabang. Luasan lamun tidak terlalu banyak, karena kondisi pantai yang curam berbatu dan patahan. Jenis lamun yang ditemukan adalah Thallasia sp, Cymodecae sp, Halophyla sp, Syrongodium sp, Halodule sp, dan Enhalus sp.
2.9 Jenis Alat Tangkap Ikan di Kabupaten Selayar
Jenis alat tangkap yang umum digunakan di Kabupaten Selayar adalah
payang, purse seine, jaring insang hanyut, jaring klitik, bagan perahu, bagan
tancap, pancing tonda, pancing , bubu, sero dan alat pengumpul rumput laut.
Potensi sumberdaya ikan di Kabupaten Selayar cukup besar, yang selama
ini pemanfaatannya didominasi oleh nelayan-nelayan dari kabupaten tetangga
sendiri misalnya Kabupaten Sinjai, Bulukumba, Bantaeng, Jeneponto dan Takalar.
Tabel 3. Jenis dan jumlah alat penangkap ikan di Kecamatan Bontosikuyu
Jenis Alat Tangkap
Jumlah (unit)
Bagan Tancap
5
Bagan Perahu
5
Jaring Insang Tetap
75
Jaring Insang Dasar
75
Jaring Insang Hanyut
215
Sero
30
Payang
12
Pancing
191
Pancing Tonda
17

2.10 Kearifan Lokal Pulau Selayar

1. Lesung

Lesung merupakan salah satu simbol prinsip kehidupan sederhana dikalangan masyarakat Kabupaten Kepulauan Selayar, Sulawesi-Selatan dengan ciri khasnya sebagai komunitas masyarakat pedalaman yang masih sangat mempertahankan dan menjunjung tinggi nilai-nilai adat-istiadat serta  tradisi warisan leluhur mereka.

Bagi masyarakat Kabupaten Kepulauan Selayar, lesung atau yang dalam bahasa lokal setempat dikenal dengan sebutan "assung" lebih banyak digunakan penduduk pedalaman terpencil maupun perkotaan sebagai alat tumbuk tradisional terutama untuk mengolah beras menjadi tepung pembuatan bahan baku makanan tradisional sejenis beras jagung atau te'te. Tepung yang akan diolah dituangkan kedalam lubang lesung dan selanjutnya ditumbuk dengan menggunakan bantuan peralatan berupa alu atau sejenis kayu tebal. 

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEigZCx1Y5sNdImRyvH_s2XTnPLJMiM2elnDtCX6yNqBl4eUoTfD0lCP0158pqbcuCcs8CQJlkYunBmf0Ms29tZSLchV3d3lyZuAZNrhizuYr1KoQFWuePVlxlfYCIkg4QNxzsocEhPxHmk/s320/_DSC0007-790980.JPG https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjLUUtZtQ6S9aQwK5gY0Kvc2x4bN4_dxTFs7qX12y0lZMeqKeww5orMO2C7C5Dk8wgT98U1JktyGQo75TAmrKCytYhNqUEa-LwYOtlddzwyaFTvu2Tl4S0daZkezSKNUX-bATxEiwAk_-4/s320/_DSC0008-795205.JPG https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgm2M8LKNk-MMKIvjtBmU3Jrep90ZevLbSDuNjDSSdh6dLwL_hLmReXrqSvo8PHIjSTmnO7sO69B_CC8YpZLvJ13E3sILtVse2kJpOKFQXlZ282ulDgKKwO5ApXUZUKSsX6vzA-SzR-WHw/s320/_DSC0011-705054.JPG

Salah satu hal yang menarik, sebab lesung di Kabupaten Kepulauan Selayar memiliki perbedaan bentuk yang sangat kontras dan unik jikalau dibandingkan dengan kebanyakan lesung di daerah Pulau Jawa dan beberapa wilayah di sekitarnya.
Bentuk lesung di Kabupaten Kepulauan Selayar yang berdiri tegak dan hanya dapat digunakan oleh maksimal dua orang warga masyarakat menjadikan lesung ini berbeda dengan kebanyakan lesung-lesung di daerah lainnya di Indonesia.
Menariknya lagi, sebab keberadaan mesin pengolah tepung modern sama sekali tidak menggeser posisi lesung yang telah dimanfatkan secara turun-temurun oleh masyarakat lokal setempat. 
Pemanfaatan lesung di Kabupaten Kepulauan Selayar tumbuh dan berkembang dari masyarakat pedalaman serta desa-desa terpencil sampai akhirnya merambah ke sebahagian kecil wilayah kota Benteng sebagai pusat ibukota kabupaten.

2. Tradisi adu kuda jantan
Tradisi adu kuda jantan merupakan salah satu adat kebudayaan masyarakat kecamatan Pasimarannu yang setiap tahunnya digelar dalam rangka memeriahkan pesta tahunan sebagai bagian dari kebudayaan turun temurun masyarakat di daerah ini. Atraksi adu kuda seperti ini biasanya digelar di tempat terbuka seperti lapangan ataupun kawasan pesisir pantai.

Tradisi adu kuda jantan di kecamatan Pasimarannu

2.11 Perdagangan Ikan di Pulau Selayar
Kegiatan perdagangan ikan hidup asal perairan laut selayar masih terus marak dan terus berlanjut hingga saat ini. Otomatis aktivitas penangkapan ikan hidup di wilayah ini tentu saja masih ada. Malah dari penelusuran dan penggalian informasi FPS di sejumlah pulau yang ada di wilayah kawasan nasional takabonerate, tercatat aktivitas penangkapan ikan hidup dengan menggunakan bahan bius atau potassium sianida semakin meningkat, khususnya para nelayan pencari penyelam di pulau jinato dan pulau latondu serta pulaua tarupa. Rata rata mereka melakukan aktivitas di kawasan laut taman nasional takabonerate. Misalnya di perairan taka bunging kamase dan taka totoke yang pas berada di tengah tengah antara pulau jinato , kayuadi dan pasitallu. Kesemua wilayah ini berada dalam kawasan laut terlindungi. Jadwal penyelaman dilakukan pagi hari hingga siangnya. Nelayan penyelam dengan menggunakan bahan bius potassium sianida ini, biasanya menggunakan perahu perahu yang di sebut balapan, dengan peralatan selam seadanya dan compressor. Hasil tangkapan yang paling diburu oleh nelayan adalah ikan sunu, dan kerapu hidup, karena kedua jenis ikan ini mempunyai harga jual yang cukup menggiurkan. Harga perkilogram ikan sunu hidup di beli oleh pedagang yang mempunyai keramba di wilayah perairan pulau jinato sebelah barat seharga Rp.150 ribu, sementara kerapu hidup di timbang dengan harga 50 ribu perkilogram. 










BAB III
ANALISIS
Salah satu paradigma pembangunan yang banyak dianut adalah paradigma modernisasi. Agen pembangunan internasional dan pemerintah negara berkembang, menjadikan paradigma ini sebagai acuan otoritatif di dalam mana ia dilaksanakan sebagai bagian integral dari pembangunan ekonomi secara keseluruhan. Indonesia sejak tahun 1966, dalam proses pembangunannya, paradigma ini juga turut merasuk ke hampir semua sektor kehidupan (Sasono, 1980), termasuk dibidang perikanan dan kelautan (revolusi biru). Istilah revolusi biru (modernisasi perikanan) merupakan turunan dari revolusi hijau pada sektor pertanian, yang awal mulanya dilakukan melalui introduksi teknologi baru dalam kegiatan perikanan (motorisasi dan inovasi alat tangkap).
Secara teoritis modernisasi yang terjadi melalui kapitalisasi (peningkatan arus modal dan teknologi), akan berpengaruh terhadap perubahan struktur sosial masyarakat. Peningkatan kebutuhan spesialisasi pekerjaan atau tumbuhnya pekerjaan-pekerjaan baru dengan posisi baru dalam struktur sosial masyarakat akan memainkan peranan-peranan sosial tertentu sesuai dengan tuntutan statusnya. Struktur-strukrur yang baru ini membawa sejumlah implikasi. Biersted (1970) mengemukakan tiga pokok pemikiran berkaitan dengan hal tersebut, yaitu (1) pembagian kerja merupakan wujud adanya bentuk pelapisan atau stratifikasi sosial dalam masyarakat; (2) pembagian kerja menghasilkan ragam posisi atau status dan peranan yang berbeda; dan (3) pembagian kerja sebagai fungsi dari besar kecilnya ukuran masyarakat, semakin besar ukuran masyarakat, pembagian kerja pun semakin nyata. Berdasarkan proposisi tersebut, maka dapat dikatakan bahwa stratifikasi sosial masyarakat dapat berubah setelah adanya modernisasi.
Relevansi yang menunjukkan adanya pengaruh modernisasi terhadap perubahan struktur sosial masyarakat telah banyak dipublikasikan. Namun studi-studi tersebut, kebanyakan masih bertumpu pada kasus masyarakat agraris dimana pertanian padi-sawah dominan, seperti yang dilakukan Hayami dan Kikuchi (1987), Frans Huskens (1998), Collier et.all (1996), dan lainnya. Pada umumnya menjelaskan bahwa, masyarakat agraris dalam konteks ekologi padi sawah telah mengalami modernisasi namun masih merupakan representasi masyarakat dengan cara produksi sederhana atau bahkan komersial dimana cara produksi kapitalis yang padat teknologi serta industri pedesaan belum berkembang, sehingga dinamika formasi sosial belum terlalu tinggi. Sementara untuk studi sosiologi dengan mengambil kasus ekologi pantai dan pulau-pulau kecil dimana perikanan tangkap merupakan ciri utama belum banyak dilakukan di Indonesia
Apa sebenarnya yang terjadi pada masyarakat nelayan dengan program modernisasi, menjadi fenomena menarik untuk dikaji. Karena, modernisasi yang secara ideologis seharusnya untuk mensejahterakan nelayan tradisional justru realitanya anomali. Karena itu, studi ini hendak mengisi wacana baru dalam sosiologi masyarakat nelayan dengan memfokuskan diri menelaah dinamika formasi sosial yang terjadi akibat modernisasi yang telah berlangsung. Pemahaman mendalam tentang modernisasi perikanan dengan pendekatan teori sosiologi, diharapkan dapat memberi sumbangsih pemikiran dan informasi dalam upaya penyiapan tatanan kelembagaan untuk sebuah keberlanjutan pembangunan (revolusi biru) sehingga gerakan ini tidak mengulang “kegagalan” dari revolusi hijau yang ternyata menyisakan wujud ketimpangan antar petani di pedesaan (Damanhuri, 1996)

Konteks faktual mengenai implikasi modernisasi perikanan dalam kehidupan masyarakat nelayan, dapat digambarkan baik secara makro maupun mikro. Secara makro, sebelum program modernisasi diluncurkan nelayan belum terlalu terstratifikasi dalam struktur sosial masyarakat, karena pola produksi mereka masih bersifat homogen, dimana penguasaan alat produksi berupa alat penangkapan dan perahu masih dijadikan dasar stratifikasi. Dengan belum berkembangnya alat produksi perikanan pada waktu itu, masyarakat nelayan hanya terdiri dua lapisan, yakni; lapisan yang menguasai alat produksi berupa perahu dan alat tangkap tradisional (punggaha) dan sahi (lapisan yang tidak menguasai alat produksi dan bekerja pada punggaha). Sistem produksi bersifat subsisten dan pola hubungan yang egaliter.Namun seiring dengan masuknya program modernisasi perikanan, seiring pula terjadinya perubahan dalam struktur sosial masyarakat. Pada tingkatan analisis mikro, kehadiran modernisasi perikanan melalui berbagai bentuk inovasi teknologi menciptakan konfigurasi cara produksi (mode of production) dalam formasi sosial (social formation) dalam masyarakat, berupa hadirnya dua atau lebih cara produksi secara bersamaan dan salah satu cara produksi mendominasi cara lainnya (Budiman, 1995). 
 Salah satu wilayah yang menjadikan sektor perikanan dan kelautan sebagai sektor andalan dalam pertumbuhan ekonominya adalah Sulawesi Selatan yang terdiri dari empat suku bangsa yaitu : Suku Bugis, Makassar, Mandar, dan Toraja. Jumlah penduduknya tercatat sampai tahun 2004 sebanyak 8.342.083 jiwa, yang terdiri dari laki-laki sebanyak 4.100.687jiwa (48,7%) dan perempuan 4.241.396 jiwa (51,3%). Dari jumlah penduduk tersebut, terdapat 354.007 jiwa merupakan nelayan dan 121.895 jiwa adalah petani ikan. Potensi perikanan dan kelautan meliputi panjang garis pantai 2.500 km, perikanan laut 600.000 ton/tahun, perairan umum 40.000 ton/tahun, budidaya tambak 150.000 ha, budidaya air tawar 100.000 ha dan areal budidaya laut 600.000 ha. Disamping itu terdapat pulapulau-pulau kecil sebanyak 232 buah, terdiri dari pulau-pulauSangkarang (Spermonde), Taka Bonerate dan pulau-pulauSembilan di Pantai Timur (Dinas Perikanan dan Kelautan SULSEL, 2005).
Pengkajian mengenai masyarakat nelayan dan budaya bahari didaerah ini. Suku Bugis, Makassar dan Mandar, dengan aglomerasi wilayah daerah pesisir pantai, pulau-pulau dan pedalaman atau pegunungan representatif untuk dijadikan unit analisis, karena sebagian besar masyarakatnya berprofesi sebagai nelayan dan petani. Sementara untuk Suku Toraja hanya mendiami daerah pegunungan saja, sehingga masyarakatnya didominasi sebagai petani (Sallatang, 1976).
Modernisasi perikanan di Sulawesi Selatan, penggambaran secara kontekstual dimulai sejak akhir tahun 1970-an (Orde Baru), kegiatan itu ditandai dengan pemberian bantuan kredit untuk motorisasi dan pembuatan perahu yang selanjutnya diiringi dengan pembenahan manajerial. Memasuki pertengahan tahun 1980-an modernisasi perikanan (motorisasi dan alat tangkap) mencapai puncak perkembangannya. Perahutonase besar menggeser perahu tonase kecil dengan daerah tangkapan (fishing ground) meluas ke laut dalam (offshore),perahu layar tradisional sudah semakin sulit ditemukan dan beroperasi di wilayah pesisir. Penggunaan alat tangkap modern seperti gae (purse seine), rengge (jaring lingkar) dan panja (gill net) yang daya tangkapnya lebih besar karena peralatannya kompleks, juga semakin menyingkirkan penggunaan alat tangkap tradisional seperti bubu, pancing, jala, bagang, sero dan sebagainya (Salman, 1997).
Namun, secara realitas kondisi nelayan tradisional sebagai kelompok yang paling berkepentingan dengan program modernisasi, juga memperlihatkan tampilan yang sebaliknya. Nelayan pesisir dan nelayan pulau di Sulawesi Selatan dalam melakukan kegiatan penangkapan ikan lebih banyak menentukan daerah penangkapannya berdasarkan pengetahuan turun temurun. Ironisnya, sumbangsih alternatif daerah penangkapan dan pengawasan jalur-jalur penangkapan yang selayaknya diberikan oleh pemerintah masih sangat sedikit dilakukan. Akibatnya, pengkonsentrasian aktivitas penangkapan ikan tidak dapat dihindari dengan bersandar kepada kemampuan investasi semata sehingga berbagai macam konflik antara kelompok-kelompok nelayan juga sebuah realitas. Bagi kelompok nelayan yang terpinggirkan akibat hal ini semakin terdesak, sehingga mereka terkadang menggunakan jalan pintas melalui illegal fishing(penggunaan bom, bius ikan dan sebagainya) dengan alasan yang sederhana demi mempertahankan hidup (Nur Indar, 2005).
Persoalan kesenjangan dalam stratifikasi sosial (struktur berdasarkan produksi) yang tercipta pasca modernisasi juga terpresentasikan dengan jelas, khususnya antara kelompok punggaha (kelompok yang menguasai fasilitas materil dan non materil) dan kelompok sahi(common people) sebagai kelas pekerja, terutama menyangkut perbedaan tingkat pendapatan dan kondisi kesejahteraan ekonomi yang mereka miliki. 
 Oleh karena itu, fenomena diatas masih diyakini oleh beberapa peneliti sebagai salah satu faktor penyebab, mengapa hubungan patron-klien dalam kalangan masyarakat nelayan masih sangat terpresentasikan. Asumsi ini dilihat dari pertukaran material dan jasa yang tidak seimbang antara punggaha (patron) dan sahi (klien), sehingga ketergantungan sahi kepada punggaha masih cukup besar. Konteks ini dipertegas dari hasil temuan Salman (2002) bahwa kondisi masyarakat nelayan di Sulawesi Selatan menunjukkan hubungan patron-klien masih sangat signifikan jika dibandingkan dengan masyarakat pertanian atau masyarakat perkotaan, sehingga kemajuan disisi produksi akibat modernisasi yang berlangsung belum diikuti sepenuhnya oleh pergeseran hubungan patron-klien ke hubungan industrial yang sifatnya kontraktual.





































BAB IV
SIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan
            Selayar memiliki potensi perairan yang cukup besar dan kearifan lokal yang sebenarnya menarik jika dikembangkan. Bila ditilik dari visi misi daerahnya yang berfokus pada bahari, Selayar dapat dijadikan tempat pariwisata sekaligus contoh di dunia maritim. Apalagi dengan sejarah daerah Selayar sendiri yang tidak lepas dari kemaritiman di Indonesia. Tetapi, kurangnya pengetahuan masyarakat salah satunya mengenai alat tangkap ikan yang baik masih menjadi kendala. Penangkapan ikan yang secara besar-besaran dapat mengurangi sumber daya perikanan yang terdapat di daerah tersebut. Selain itu, hanya di beberapa kecamatan saja yang nelayannya cukup maju dan mengembangkan alat tangkap yang digunakan. Dan pembagian kelas berdasarkan bourgeoise dan  plotecar masih saja dapat kita lihat di daerah pesisir seperti Selayar.

4.2 Saran
            Sebaiknya terdapat interaksi yang baik antara masyakat dengan masyarakat ataupun masyarakat dengan pemerintahan. Sehingga, kebijakan yang sebenarnya sudah sangat baik dengan memanfaatkan potensi perairan yang ada dapat diaplikasikan dengan baik. Memanfaatkan sumber daya alam yang ada tanpa memusnahkannya. Nelayan yang sudah mulai maju dengan mengembangkan fasilitas alat tangkap seperti di kecamatan Passimasungu  memberikan informasi kepada masyarakat di kecamatan lain agar pemerataan kesejahteraan dapat terwujud.




















Daftar Pustaka

Sianipar, Inriani Mustika Lamtiur2015Pranata Masyarakat Indonesia. Sekolah Tinggi Bahasa Asing.

Andrey Koortayev, Artemy  Malkov, and Daria Khaltourina. Introduction to Social Macrodynamic, Moscow: URSS, 2006
                                                 
Dinas Perikanan Kabupaten Selayar. 2006. Laporan Tahunan Dinas Perikanan Kabupaten Selayar. Benteng.

Dinas Perikanan Propinsi Dati I Sulawesi Selatan. 1996-2005. Laporan Statistik Perikanan Sulawesi Selatan. Makassar.

Lehodey, P., Bertignac, M., Hampton, J., Lewis, A. and Picaut, J. 1997. El Niño southern oscillation and tuna in the western Pacific. Nature 389:715-718.

Lehodey, P., Andre, J.M., Bertignac, M. 1998. Predicting skipjack tuna forage distributions in the equatorial Pacific using a coupled dynamical bio-geochemical model. Fish. Oceanogr. 7: 317-325.

Mallawa, A. Najamuddin, Zainuddin, M., Musbir, Safruddin, dan Fahrul. 2006. Studi Pendugaan Potensi Sumberdaya Perikanan dan Kelautan Kabupaten Selayar. Kerjasama Litbang Kabupaten Selayar. Selayar.
Bisosial, Admin. Pengertian Sosiologi Menurut Para Ahli. From http://www.bisosial.com/2012/05/pengertian-sosiologi-menurut-para-ahli_18  diakses pada tanggal 10 Maret 2015 pukul 16.56 WIB
Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir, dan Pulau-pulau Kecil Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2015. Data Kawasan Konservasi. From http://kkji.kp3k.kkp.go.id/index.php/basisdata-kawasan-konservasi/details/1/93 diakses pada tanggal 10 Maret 2015 pukul 18.17 WIB
Asba, Rasyid A. 2008. Merajut Simpul Budaya Selayar  Pulau Niaga Nusantara. From repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/.../L.%20Sejarah%20Selayar.doc... diakses pada tanggal 11 Maret 2015 pukul 07.38 WIB
Universitas Muhammadiyah Semarang. Pasimarannu, Kepulauan Selayar. From http://mahasiswa-unimus.unimus.web.id/_b.php?_b=info&id=93907  diakses pada tanggal 11 Maret 2015 pukul 08.35 WIB
Syarif,Fadly. 2014. Tradisi Lesung’ Simbolkan Kearifan Lokal Pulau Selayar. From http://www.radarnusantara.com/2014/05/tradisi-lesung-simbolkan-kearifan-lokal.html diakses pada tanggal 11 Maret 2015 pukul 07.39 WIB
Ihsan, Arsil. 2010. Perdagangan Ikan Hidup yang Disinyalir Hasil Ilegal Fishing di Wilayah Kepulauan Selayar Terus Berlanjut. From http://hukum.kompasiana.com/2010/07/05/perdagangan-ikan-hidup-yang-di-sinyalir-hasil-iiegal-fishing-di-wilayah-kepulauan-selayar-terus-berlanjut-185614.html diakses pada tanggal 11 Maret 2015 pukul 09. 03 WIB

3 komentar: