Pengantar Sosiologi Perikanan
Melalui Pendekatan Aquaticand marine prenership di Daerah Pantai Selayar Sulawesi Selatan
(Disusun untuk memenuhi
tugas mata kuliah Sosiologi Perikanan)
Di Susun Oleh:
Kelompok 3B
|
Rizki Nugraha Saputra
|
230110140094
|
|
Siti Laila Rufaidah
|
230110140077
|
|
Ade Khoerul Umam
|
230110140082
|
|
Dewanto Bismantoro
|
230110140115
|
|
Ivan Maulana
|
230110140124
|
Perikanan B

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU
KELAUTAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2015
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur Penulis Panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyusun makalah
ini tepat pada waktunya. Makalah ini membahas "Pendekatan
Sosiologi di Daerah Selayar, Sulawesi Selatan ". Atas
dukungan moral dan materi yang diberikan dalam penyusunan makalah ini, maka
penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Ibu Dr Atikah Nurhayati SP.MP,
selaku dosen sosiologi perikanan, yang memberikan bimbingan, saran, dan ide dalam
pembuatan makalah ini.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis banyak mendapat tantangan dan
hambatan akan tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak tantangan itu bisa
teratasi. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini, semoga bantuannya
mendapat balasan yang setimpal dari Tuhan Yang Maha Esa.
Penulis
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari bentuk
penyusunan maupun materinya. Kritik konstruktif dari pembaca sangat penulis
harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya. Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita
sekalian.
Jatinangor, 11 Maret 2015
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................... i
DAFTAR ISI.............................................................................................. ii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang .................................................................................... 1
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Pengertian
Teori Sosiologi Menurut Para Ahli Sosiologi.................. 2
2.2.
Perkembangan Tokoh Sosiologi......................................................... 2
2.3
Teori Sosiologi Ekonomi..................................................................... 5
2.4 Perkembangan
Sosiologi Perikanan Melalui Pendekatan
Aquatic And Marine Prenership………………………………………
6
2.5 Gambaran Umum Wilayah
Pesisir dan Laut Sulawesi Selatan........... 7
2.6 Sejarah Selayar.................................................................................... 7
2.7 Hubngan Pelabuhan dan Pedalaan....................................................... 8
2.8 Sumberdaya Perikanan dan Kelautan di
Kabupaten........................... 9
2.9 Jenis Alat Tangkap Ikan di Kabupaten
Selayar……………………… 10
2.10 Kearifan
Lokal Pulau Selayar........................................................... 11
2.11 Perdagangan Ikan di Pulau Selayar…………………………………
12
BAB III ANALISIS.................................................................................. 13
BAB IV
PENUTUP
4.1.Kesimpulan......................................................................................... 17 4.2.Saran................................................................................................... 17
DAFTAR
PUSTAKA…………………………………………………… 18
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sosiologi adalah ilmu tentang kehidupan manusia. Salah
satunya adalah mempelajari tentang sosialisasi dan pembentukan kepribadian.
Selain daripada itu, sosiologi merupakan disiplin ilmu yang memiliki cakupan
luas dan memiliki banyak cabang. Hal ini disebabkan sosiologi memiliki
tokoh-tokoh yang membuat studi sosiologi semakin berkembang mengikuti
perkembangan zaman serta situasi yang dihadapi. Adapun para tokoh tersebut
menyumbangkan teori-teorinya mengenai studi sosiologi sesuai dengan
peristiwa-peristiwa yang mereka alami dizamannya.
Wilayah Sulawesi Selatan dilihat dari rupa bumi
Indonesia sangat strategis karena berada di tengah kepulauan Indonesia. Wajar
bila menjadi lalu lintas perdagangan antar negara sejak dulu bahkan titik
interaksi ekologis antara dua samudera luas yaitu Pasifik dan Samudera
Indonesia. Selain itu, perairan Sulsel menyimpan ragam ekosistem laut, pulau
dan ekosistem penting seperti terumbu karang, mangroves dan perairan lepas.
Perairan Spermonde di barat Kota Makassar yang diisi
puluhan pulau, kawasan Teluk Bone di timur yang membentang dari Sinjai hingga
Luwu serta Laut Flores yang menyimpan dan menawarkan daya tarik Taman Nasional
Taka Bonerate (Selayar) merupakan wahana sosial-ekonomi warga sejak lama.
Pada tingkat regional, Perairan Sulsel merupakan rupa wilayah kepulauan
yang menjadi simpul interaksi tiga kawasan strategis,
Sulawesi-Nusatenggara-Bali. Ditilik dari dimensi sejarah, Sulawesi bagian
Selatan adalah kawasan yang paling dinamis. Sejak zaman keemasan kerajaan Gowa,
kawasan ini adalah pusat pendidikan dan kebudayaan sekaligus syahbandar
perdagangan yang dijejali pendatang dari berbagai bangsa. Pada zaman Sulsel
merupakan basis perjuangan nasional, bahkan saat pembebasan Irian Barat,
Makassar (ibukota Sulsel) merupakan basis perjuangan pemerintah RI. Posisi itu
dapat disebut sebagai simpul fungisonal dalam sisi geopolitik. Dimensi Kelautan
merupakan bagian integral Indonesia. Sejatinya, pengalaman historis tersebut
menjadi modal sekaligus pemantik pergerakan pengelolaan kelautan sebagai sumber
inspirasi pembangunan nasional dan daerah.
Ini bukan program coba-coba, dan bukan sebuah program
dasar yang baru akan mempelajari atau menelusuri kegiatan para nelayan dan
sumber dayanya, akan tetapi sebuah upaya dan langkah nyata yang merupakan
praktek dari teori hasil yang telah diteliti selama ini. Sehingga pelayanan
informasi terhadap nelayan dari hasil riset nantinya akan langsung dimanfaatkan
oleh nelayan kita. Bayangkan bila informasi pergerakan ikan dalam setiap
siklus pergerakannya dapat terdeteksi dan langsung diinformasikan bagi nelayan
kita, bukankah kemudian hasil tangkapan akan semakin banyak, termasuk bila
kemudian ada hal-hal penting dari pusat riset yang saat itu sangat dibutuhkan
nelayan, misalnya informasi cuaca atau kejadian disekitar laut Selayar, jelas
Marjani. Sementara itu, dalam perencanaa ini, pihaknya akan segera
melakukan kerjasama dengan para peneliti perikanan dan kelautan
dari sejumlah kampus yang ada di Sulawesi-selatan.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1
Pengertian dan Perkembangan Teori Sosiologi Menurut Para Ahli Sosiologi
Istilah sosiologi pertama kali
ditemukan oleh filsafat, moralis, dan sekaligus sosiolog berkebangsaan
Perancis, Auguste Comte. Menurut Comte, sosiologi berasal dari bahasa latin
socius yang artinya teman atau sesame dan logis dari kata Yunani yang artinya
cerita. Jadi pada awalnya, sosiologi berarti bercerita tentang teman atau kawan
(masyarakat).
Secara
umum definisi dari sosiologi adalah ilmu pengetahuan tentang masyarakat.
Menurut Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi, sosiologi adalah
ilmu kemasyarakatan yang mempelajari struktur sosial dan proses-proses sosial
termasuk perubahan sosial. Sosiologi adalah ilmu yang memusatkan perhatian pada
segi-segi kemasyarakatan, yang bersifat umum dan berusaha untuk mendapatkan
pola-pola umum kehidupan masyarakat, definisi ini dikemukakan Soerjono
Soekanto, ahli sosiologi Indonesia. Sementara, Paul B. Horton berpendapat,
sosiologi adalah ilmu yang memusatkan kajian pada kehidupan kelompok dan produk
kehidupan kelompok tersebut.
Sebagai
sebuah ilmu, sosiologi merupakan pengetahuan kemasyarakatan yang tersusun dari
hasil-hasil pemikiran ilmiah dan dapat dikontrol secara kritis oleh orang lain
atau umum.
2.2
Perkembangan Tokoh Sosiologi
Tokoh utama dalam sosiologi adalah Auguste Comte (1798-1857)
berasal dari perancis yang merupakan manusia pertama yang memperkenalkan
istilah sosiologi kepada masyarakat luas. Auguste Comte disebut sebagai Bapak
Sosiologi di dunia internasional. Di Indonesia juga memiliki tokoh utama dalam
ilmu sosiologi yang disebut sebagai Bapak Sosiologi Indonesia yaitu Selo
Soemardjan / Selo Sumarjan / Selo Sumardjan.
1. Auguste Comte (1798 – 1857)
- Bapak Sosiologi, anggapannya sosiologi terdiri dari dua bagian
pokok, yaitu social statistics dan social dynamics.
- Sebagai social statistics sosiologi merupakan sebuah ilmu
yang mempelajari hubungan timbal balik antara lembaga-lembaga kemasyarakatan.
- Social dynamics meneropong bagaimana lembagalembaga
tersebut berkembang dan mengalami perkembangan sepanjang masa.
- Tiga tahap perkembangan pikiran manusia
1. Tahap teologis, ialah tingkat pemikiran manusia bahwa semua benda
di dunia ini mempunyai jiwa dan itu disebabkan oleh sesuatu kekuatan yang
berada di atas manusia.
2. Tahap metafisis, pada tahap ini manusia masih percaya bahwa
gejala-gejala di dunia ini disebabkan oleh kekuatan-kekuatan yang berada di
atas manusia.
3. Tahap positif,
merupakan tahap di mana manusia telah sanggup untuk berpikir secara ilmiah.
Pada tahap ini berkembanglah ilmu pengetahuan.
2. Emile Durkheim (1858-1917)
Sosiologi meneliti
lembaga-lembaga dalam masyarakat dan proses-proses sosialnya. Sosiologi dibagi
ke dalam tujuh seksi, yakni :
a. sosiologi umum yang mencakup kepribadian individu dan kelompok
manusia
b. sosiologi agama
c. sosiologi hukum dan moral yang mencakup organisasi politik,
organisasi sosial, perkawinan dan keluarga.
d. Sosiologi tentang kejahatan.
e. Sosiologi ekonomi yang mencakup unuran-unuran penelitian dan
kelompok kerja.
f. Demografi yang mencakup masyarakat perkotaan dan pedesaan.
g. Dan sosiologi
estetika.
3. Max Weber (1864-1920)
- Sosiologi adalah ilmu yang berusaha memberikan pengertian tentang
aksi-aksi sosial.
- Teori Ideal Typus, yaitu suatu kosntruksi dalam pikiran seorang
peneliti yang dapat digunakan sebagai alat untuk menganalisis gejala-gejala
dalam masyarakat.
- Ajaran-ajarannya
sangat menyumbang sosiologi, misalnya analisisnya tentang wewenang, birokrasi,
sosiologi agama, organisasi-organisasi ekonomi dan seterusnya.
4. Charles Horton Cooley
(1864-1929)
- Mengembangkan konsepsi mengenai hubungan timbalbalik dan hubungan
yang tidak terpisahkan antara individu dengan masyarakat.
- Teorinya mengidamkan kehidupan bersama, rukun dan damai
sebagaimana dijumpai pada masyarakatmasyarakat yang masih bersahaja.
- Prihatin melihat
masyarakat-kasyarakat modern yang telah goyah norma-normanya, sehingga
masyarakat bersahaja merupakan bentuk ideal yang terlalu berlebih-lebihan
kesempurnaannya.
5. Pierre Guillaurne Frederic Le Play (1806-1882)
- Mengenalkan metode tertentu di dalam meneliti dan menganisis
gejala-gejala sosial yaitu dengan jalan mengadakan observasi terhadap
fakta-fakta sosial dan analisis induktif. Kemudian dia juga menggunakan metode
case study dalam penelitian-penelitian sosial.
- Hasil
penelitiannya, bahwa lingkungan geografis menentukan jenis pekerjaan, dan hal
ini mempengaruhi organisasi ekonomi, keluarga serta lembaga-lembaga lainnya.
6. Ferdinand Tonnies
- Teorinya mengenai Gemeinschaft dan Gesellschaft sebagai dua
bentuk yang menyertai perkembangan kelompok-kelompok sosial.
- Gemeinschaft (paguyuban) adalah bentuk kehidupan bersama dimana
anggota-anggotanya diikat oleh hubungan batin yang murni dan bersifat alamiah
serta bersifat kekal.
- Gesellschaft (patembayan)
merupakan bentuk kehidupan bersama yang merupakan ikatan lahir yang bersifat
pokok dan biasanya untuk jangka waktu yang pendek.
7. Leopold Wiese (1876-1949)
- Sosiologi adalah penelitian terhadap hubungan antar manusia yang
merupakan kenyataan sosial.
- Objek khusus
sosiologi adalah interaksi sosial atau proses sosial
8. Alfred Vierkandt (1867-1953)
- Sosiologi terutama mempelajari interaksi dan hasil interaksi
tersebut. Masyarakat merupakan himpunan interaksi-interaksi sosial, sehingga
sosiologi bertugas untuk mengkonstruksikan teori-teori tentang masyarakat dan
kebudayaan.
- Dasar semua
struktur sosial adalah ikatan emosional;tak ada konflik antara kesaradan
individual dengan kelompok, oleh karena itu individu tunduk pada tujuan
kelompoknya.
9. Lester Frank Ward(1841-1913)
- Sosiologi bertujuan untuk meneliti kemajuan-kemajuanmanusia
- Ia membedakan antara pure sociology (sosiologimurni) yang meneliti
asal dan perkembangan gejala-gejala sosial, dan apllied sociology (sosiologi
terapan) yang khusus mempelajari perubahan-perubahan dalammasyarakat karena
usaha-usaha manusia.
- Kekuatan dinamis
dalam gejala sosial adalah perasaan.
10. Vilfredo Pareto (1848-1923)
- Sosiologi didasarkan pada observasi terhadaptindakan-tindakan,
eksperimen terhadap fakta fakta dan rumus-rumus matematis.
- Masyarakat
merupakan sistem kekuatan yang seimbang dan keseimbangan tersebut tergantung
pada ciri-ciri tingkah laku dan tindakan-tindakan manusia dan tindakan-tindakan
manusia tergantung dari keinginan-keinginan serta dorongan-dorongan dalam
dirinya.
11. George Simmel (1858-1918)
- Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan yang khusus,yaitu
satu-satunya ilmu pengetahuan analitis yang abstrak di antara semua ilmu
pengetahuan kemasyarakatan.
- Objek sosiologi
adalah bentuk-bentuk hubungan antar manusia
12. William Graham Summer (1840-1910)
- Sistem sosiologi didasarkan pada konsep in-group dan out-group.
- Masyarakat merupakan peleburan dari kelompok kelompok sosial
- Empat dorongan
yang universal dalam diri manusia yaitu rasa lapar, rasa cinta, rasa takut, dan
rasa hampa.
13. Robert Ezra Park(1864-1944)
- Pelopor mazhab Ekologi.
- Sosiologi
meneliti masyarakat setempat dari sudut hubungan antar manusia.
14. Karl Mannheim (1893-1947)
- Pelopor sosiologi pengetahuan, menelaah hubungan masyarakat dengan
pengetahuan
- Akar dari segenap pertentangan yang menimbulkan krisis terletak
dalam ketegangan-ketegangan yang timbul disemua lapangan kehidupan.
- Planning for
freedom, yaitu semacam perencanaan yang diawasi secara demokratis dan menjamin
kemerdekaan aktivitas-aktivitas individu maupun kelompok manusia.
2.3
Teori Sosiologi Ekonomi
Didalam
kehidupan masyarakat sebagai satu system maka bidang ekonomi hanya sebagai
salah satu bagian atau subsistem saja. Oleh karena itu, didalam memahami aspek
kehidupan ekonomi masyarakat maka perlu dihubungkan antara factor ekonomi
dengan factor lain dalam kehidupan masyarakat tersebut. Factor-faktor tersebut
antara lain: faktor agama dan nilai-nilai tradisional, ikatan kekeluargaan,
etnisitas, dan stratifikasi sosial.
Faktor-faktor tersebut mempunyai pengaruh yang
langsung terhadap perkembangan ekonomi. Faktor agama dan nilai-nilai
tradisional: ada nilai-nilai yang mendorong perkembangan ekonomi, akan tetapi
ada pula nilai-nilai yang menghambat perkembangan ekonomi. Demikian pula dengan
kelompok solidaritas, dalam hal ini yakni keluarga dan kelompok etnis, yang
terkadang mendorong pertumbuhan dan terkadang pula menghambat pertumbuhan
ekonomi.
Menurut
Karl Mark (1818-1883), teori mengenai kelas
yang disajikan dalam bukunya "The
Communist Manifesto", kelas dibagi menjadi dua yaitu bourgeoise dan
plotecar. Sosiologi ekonomi memperhatikan tindakan ekonomi sejauh ia mempunyai
dimensi sosial dan selalu melibatkan makna serta berhubungan dengan kekuasaan.
Fenomena
ekonomi adalah cara orang atau masyarakat mmenuhi hidup mereka terhadap jasa
dan barang langka. Sedangkan, sosiologi memandang ekonomi sebagai bagian
integral dari masyarakat.
Swedberg
Richard dalam bukunya "economics and
sociology; conversation with economist and sociology" (1990). Tiga
kecenderungan yang telah terjadi pada pembagian kerja antara ekonomi dan
sosiologi, yaitu:
1. Ekonom memperluas bidang kajiannya
pada sosiologi
2. Sosiolog memperluas bidang kajiannya pada ekonomi
3. Munculnya perpaduan baru antara ekonomi
dan sosiologi
2. 4 Perkembangan
Sosiologi Perikanan Melalui Pendekatan Aquatic
And Marine Prenership
Sosiologi
perikanan merupakan cabang sosiologi yang mempunyai objek khusus yaitu
masyarakat pesisir yang hidup dari sumber daya laut seperti,
nelayan,buruh,pembudidaya, penangkapan, tambak di daerah air laut, tawar dan
air payau sesuai dengan potensi-potensi sumberdaya perikanan di daerah tersebut
(Adnans, 1997).
1. Peranan Sosiologi Perikanan antara lain
(Adnans, 1997):
a. Masyarakat Perikanan sebagai obyek dalam melaksanakan kehidupannya;
b. Dapat mendiskripsikan dan memprediksi perilaku anggota masyarakat perikanan;
c. Mempelajari obyek apa yang terjadi saat Ini, bukan apa yang seharusnya terjadi;
d. Mengamati indikator-indikator dari proses kehidupan masyarakat perikanan atau di masyarakat pesisir yang sebagian besar mengalami kemiskinan.
a. Masyarakat Perikanan sebagai obyek dalam melaksanakan kehidupannya;
b. Dapat mendiskripsikan dan memprediksi perilaku anggota masyarakat perikanan;
c. Mempelajari obyek apa yang terjadi saat Ini, bukan apa yang seharusnya terjadi;
d. Mengamati indikator-indikator dari proses kehidupan masyarakat perikanan atau di masyarakat pesisir yang sebagian besar mengalami kemiskinan.
2. Kegunaan Masyarakat Pesisir
antara lain (Adnans, 1997) :
a. Mengetahui gejolak sosial yang terjadi dalam kehidupan masyrakat perikanan
b. Menjadi kebutuhan sarjana perikanan sebagai agen pembaharu yang mampu bekerja secara professional ;
c. Memberikan penilaian dalam proses perkembangan masyarakat perikanan.
a. Mengetahui gejolak sosial yang terjadi dalam kehidupan masyrakat perikanan
b. Menjadi kebutuhan sarjana perikanan sebagai agen pembaharu yang mampu bekerja secara professional ;
c. Memberikan penilaian dalam proses perkembangan masyarakat perikanan.
Masyarakat
pesisir adalah golongan besar atau kecil dari beberapa manusiayang sebagian
besar wilayahnya adalah wilayah pesisir, dengan karena sendirinya bertalian
secara golongan dan mempengaruhisatu sama lain.
Pada hakikatnya
pengertian masyarakat mempunyai unsur-unsur sebagai berikut :
1. Adanya sejumlah manusia yang hidup
bersama. Sekelompok masyarakat yang sudah lama mendiami suatu daerah tertentu
dengan aturan atau norma.
2. Bercampur atau bersama-sama untuk waktu yang cukup lama, sudah ada sejak dulu. Dan menetap pada suatu daerah tertentu yang diatur oleh norma social dan nilai sosial yang telah disepakati oleh masyarakat setempat.
3. Menyadari bahwa mereka merupakan satu kesatuan, menyadari bahwa mereka bersama-sama di ikat oleh perasaan anggotayang satu dengan yang lainnya.
4. Menghasilkan suatu kebudayaan tertentu. Masyarakat pesisir adalah masyarakat yang memiliki temperamental dan karakter watak yang keras dan tidak mudah di atur. Aparat birokrasilokal mengatakan hal serupa dengan menyatakan, bahwa daerah pesisirtergolong desa yang paling rawan kekerasan, kaum wanitanya juga bersikapkritis terhadap aparat desa yang kebijakannya dinilai tidak benar, misalnya : merugikan kepentingan masyarakat setempat.
2. Bercampur atau bersama-sama untuk waktu yang cukup lama, sudah ada sejak dulu. Dan menetap pada suatu daerah tertentu yang diatur oleh norma social dan nilai sosial yang telah disepakati oleh masyarakat setempat.
3. Menyadari bahwa mereka merupakan satu kesatuan, menyadari bahwa mereka bersama-sama di ikat oleh perasaan anggotayang satu dengan yang lainnya.
4. Menghasilkan suatu kebudayaan tertentu. Masyarakat pesisir adalah masyarakat yang memiliki temperamental dan karakter watak yang keras dan tidak mudah di atur. Aparat birokrasilokal mengatakan hal serupa dengan menyatakan, bahwa daerah pesisirtergolong desa yang paling rawan kekerasan, kaum wanitanya juga bersikapkritis terhadap aparat desa yang kebijakannya dinilai tidak benar, misalnya : merugikan kepentingan masyarakat setempat.
2.5 Gambaran Umum Wilayah Pesisir dan Laut Sulawesi
Selatan
Kabupaten Selayar merupakan salah satu
Kabupaten diantara 29
Kabupaten/Kota
di Propinsi Sulawesi Selatan, yang terletak diujung selatan dan
memanjang
dari utara ke selatan. Daerah ini memiliki keistimewaan, yakni satu-satunya kabupaten di Sulawesi Selatan yang seluruh wilayahnya
terpisah dari
daratan
Sulawesi Selatan dan terdiri dari gugusan pulau-pulau kecil dan besar
sehingga
merupakan wilayah kepulauan.
Gugusan pulau-pulau yang berjumlah 123 buah itu, membentang dari
utara
ke
selatan dengan luas wilayah Kabupaten Selayar tercatat 1.188,28 km2. Wilayah daratan
(5,32%) dan 21.138,41 km2 (94,689%) merupakan wilayah lautan, yang diukur 4 mil
keluar pada saat air surut terendah terhadap pulau-pulau terluar.

Secara geografis, Kabupaten Selayar berada pada koordinat 5° 42’ –
7° 35’ LS dan 120° 15’ – 122° 30’ BT (Lampiran 1) yang berbatasan dengan :
-
Sebelah utara dengan Kabupaten Bulukumba dan Teluk Bone
-
Sebelah timur dengan Laut Flores (NTT)
-
Sebelah selatan dengan Propinsi NTT
-
Sebelah barat dengan Laut Flores dan Selat Makassar
2.6 Sejarah
Selayar
Sejarah Selayar - Kabupaten Kepulauan Selayar adalah
sebuah kabupaten yang terletak di Provinsi Sulawesi Selatan, Indonesia. Ibu kota kabupaten Kepulauan Selayar adalah Kota Benteng. Kabupaten ini memiliki luas sebesar 10.503,69 km²
(wilayah daratan dan lautan) dan berpenduduk sebanyak ±134.000 jiwa. Kabupaten
Kepulauan Selayar terdiri dari 2 sub area wilayah pemerintahan yaitu wilayah
daratan yang meliputi kecamatan Benteng, Bontoharu, Bontomanai, Buki,
Bontomatene, dan Bontosikuyuserta wilayah kepulauan yang meliputi kecamatan
Pasimasunggu Timur, Takabonerate, Pasimarannu, dan Pasilabena.
Pada masa lalu, Kabupaten Kepulauan Selayar pernah
menjadi rute dagang menuju pusat rempah-rempah di Maluku. Di Pulau Selayar,
para pedagang singgah untuk mengisi perbekalan sambil menunggu musim yang baik
untuk berlayar. Dari aktivitas pelayaran ini pula muncul nama Selayar.
Nama Selayar berasal dari kata cedaya (Bahasa Sanskerta) yang berarti satu layar, karena konon banyak perahu
satu layar yang singgah di pulau ini. Kata cedaya telah diabadikan namanya
dalam Kitab Negarakertagama karangan Empu Prapanca pada abad 14. Ditulis bahwa pada pertengahan abad 14, ketika Majapahit dipimpin oleh Hayam Wuruk yang bergelar Rajasanegara, Selayar digolongkan
dalam Nusantara, yaitu pulau-pulau lain di luar Jawa yang berada di bawah
kekuasaan Majapahit.
Selain nama Selayar, pulau ini dinamakan pula dengan
nama Tana Doang yang berarti tanah tempat berdoa. Di masa lalu, Pulau Selayar menjadi tempat berdoa bagi para pelaut yang
hendak melanjutkan perjalanan baik ke barat maupun ke timur untuk keselamatan
pelayaran mereka. Dalam kitab hukum pelayaran dan perdagangan Amanna Gappa (abad 17), Selayar disebut sebagai salah satu daerah tujuan
niaga karena letaknya yang strategis sebagai tempat transit baik untuk
pelayaran menuju ke timur dan ke barat. Disebutkan dalam naskah itu bahwa bagi
orang yang berlayar dari Makassar ke Selayar, Malaka, dan Johor, sewanya 6 rial
dari tiap seratus orang.
Belanda mulai memerintah Selayar pada tahun 1739. Selayar ditetapkan sebagai sebuah keresidenan dimana residen pertamanya adalah W. Coutsier (menjabat dari 1739-1743). Berturut-turut kemudian Selayar diperintah oleh orang Belanda sebanyak 87 residen atau yang setara dengan residen seperti Asisten Resident, Gesagherbber, WD Resident, atau Controleur. Kabupaten Selayar yang merupakan salah satu Kabupaten dalam wilayah Provinsi Slawesi Selatan, terbentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 1959 tentang Pembentukan Daerahdaerah Tingkat II di Sulawesi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1959 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1822). Yang kemudian berubah nama menjadi Kabupaten Kepulauan Selayar berdasarkan PP. No. 59 Tahun 2008.
Belanda mulai memerintah Selayar pada tahun 1739. Selayar ditetapkan sebagai sebuah keresidenan dimana residen pertamanya adalah W. Coutsier (menjabat dari 1739-1743). Berturut-turut kemudian Selayar diperintah oleh orang Belanda sebanyak 87 residen atau yang setara dengan residen seperti Asisten Resident, Gesagherbber, WD Resident, atau Controleur. Kabupaten Selayar yang merupakan salah satu Kabupaten dalam wilayah Provinsi Slawesi Selatan, terbentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 1959 tentang Pembentukan Daerahdaerah Tingkat II di Sulawesi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1959 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1822). Yang kemudian berubah nama menjadi Kabupaten Kepulauan Selayar berdasarkan PP. No. 59 Tahun 2008.
Jejak kehadiran orang Melayu di Selayar, juga dapat
ditelusuri melalui penggunaan nama penduduk terutama yang mendiami perkampungan
bernama Padang dan nama tempat di Desa Buki. Kemudian hal yang tidak kalah
penting yakni posisi Selayar dalam jaringan pelayaran dan perdagangan Nusantara
sejak abad ke-13, yang memungkinkan berbagai suku bangsa singgah di tempat ini.
2.7 Hubungan Pelabuhan
dan Pedalaman
Pada masa Kolonial Afdeling Selayar dibagi
menjadi dua Onderafdeling, yakni Onderafdeling Selayar dan Bonerate.
Onderafdeling Selayar mencakup
sebelas daerah seperti Tanete, Batamata,
Buki, Boneya, Benteng, Bontobangun,
Balabulo, Laiyolo dan Barang Barang, Bahuluwang, Tambalongang dan Pulasi digabungkan dengan pulau Kayuwadi. Daerah-daerah tersebut diperintah oleh seorang kepala distrik dengan
gelar galarang, Mereka mendapat gelar bupati atau opu.
Di onderafdeling
Bonerate mengcakup enam kepala negeri
dengan gelar galarang yang diangkat atas persetujuan Kontroleeur Bonerate dan Kalau, sementara seorang kepala
dengan gelar punggawa diangkat atas pulau Tanah Jampeya. Pemerintahan Eropa
diterapkan oleh seorang Kontroleur yang
langsung menerima perintah dari Guberneur yang berpusat di Makasar dan dibantu
oleh penguasa Kolonial di Bonerate. Pemerintahan pribumi dijalankan oleh bupati
yang dibantu oleh wakil bupati atau Opu
malolo, galarang atau kepala nagari atas beberapa kampung, kepala kampung
dan tau toa atau tetua kampung.
Antara opu lolo dan galarang di kabupaten Bontobangun, Buki, Batamata, Boneya
dan Balabulo para kepala negari ditemukan dengan gelar punggawa, sementara di
tiga daerah tersebut di Layolo masih ada seorang kepala adat bergelar Baligau
yang pangkatnya kira-kira sama seperti Opu Lolo. Opu Lolo berarti raja muda,
sementara baligau berasal dari gabungan kata bali dan gau yang dianggap sebagai
pengganti raja ( Bugis Sullewatang) jika berhalangan dari apa yang dilakukan, jadi raja.
Kekautan ekonomi Selayar adalah kopra. Terjadi
perubahan penting dalam perdagangan
Selayar terjadi pada tahun 1946, ketika masa-masa kesulitan pengangkutan kopra
seusai perang. Para pedagang Selayar yang memiliki perahu berperan besar dalam
pengangkutan kopra dari berbagai pulau. Para pedagang mulai mencari jalan untuk
mengakut kopra akibat sulitnya pengangkutan. Jumlah pengangkutan kopra dari
Selayar pehau ke Makassar terus meningkat yaitu sekitar 20 % sebelum perang
naik menjadi sampai 40 % setelah perang.
2.8 Sumberdaya
Perikanan dan Kelautan di Kabupaten Selayar
Kabupaten Selayar memiliki panjang garis pantai sekitar 670 km
dengan
jumlah
pulau-pulau kecil dan besar 123 buah, sehingga sangat potensial untuk
kegiatan
penangkapan ikan dan budidaya. Potensi budidaya tambak terlihat dari
luasan
areal tambak sebesar 1.089 ha yang tersebar di empat kecamatan, yaitu
Kecamatan
Bontoharu, Bontosikuyu, Pasimasunggu dan Bontomanai. Selain itu
wilayah
perairan laut Kabupaten Selayar mempunyai kawasan terumbu karang
dengan
luas sekitar 4.400 ha, yang tersebar di beberapa tempat seperti : Kawasan
Taman
Nasional Laut Taka Bonerate seluas 530.765 ha dan Terumbu karang
Tambolongan
1.400 ha. (Rencana strategis DKP Kabupaten Selayar, 2003).
Tabel
1. Produksi perikanan tangkap dan jumlah
alat tangkap Kabupaten. Selayar
tahun 2000-2004.
|
Tahun
|
Produksi
(ton)
|
Jumlah
Alat Tangkap
|
|
2000
|
11.327,9
|
2.007
|
|
2001
|
11.295,9
|
2.041
|
|
2002
|
11.969,6
|
2.052
|
|
2003
|
13.635,4
|
1.332
|
|
2004
|
12.967,7
|
3.965
|
|
Sumber
: DKP Kabupaten Selayar tahun 2000-2004
|
||
Pulau Selayar memiliki potensi sektor perikanan dan kelautan
yang melimpah. Potensi ikan pelagis dan demersal Kabupaten Selayar untuk
kecamatan kepulauan sebesar 6.330 ton/tahun ikan pelagis dan 11.309 ton/tahun
ikan demersal menurut data DKP Selayar tahun 2006. Dengan sumberdaya sektor
kelautan dan perikanan yang baik, perlu dikembangkan lagi usaha perikanan
tangkap, usaha budidaya.
Potensi wisata bahari yang dimiliki pulau ini pun sebenarnya
sangat banyak, sayangnya pengembangannya terlihat belum dilakukan maksimal.
Selama ini pertanian adalah mata pencaharian yang menjadi andalan penduduk
daerah ini, padahal Selama ini pertanian masih menjadi andalan utama
perekonomian wilayah yang sering di sebut Bumi Tana Doang yang berarti bumi
tempat memohon kepada Yang Maha Kuasa.
Berdasarkan
penelitian terlihat bahwa potensi ikan layang yang mencapai sekitar 734.9
ton/tahun umumnya menempati Perairan Selayar pada musim timur kecuali pada
bulan Agustus. Pada bulan ini ikan layang menyebar pada berbagai lokasi yaitu
berada pada Teluk Bone bagian selatan, sekitar perairan Makassar dan bagian
selatan wilayah perairan Selayar. Hal ini berarti ikan layang bersifat endemik
(cenderung lebih sering dijumpai) di daerah penelitian.
Tabel 2. Potensi
Penyebaran Sumber Daya Ikan Demersal di Perairan Laut Kabupaten Selayar.
|
No.
|
Jenis Ikan
|
Potensi
|
Penyebaran
|
|
|
1
|
Lencam
(Lethrinus spp)
|
Banyak
|
Seluruh
kecamatan
|
0,5-3
mil
|
|
2
|
Kakap
(Lates calcarifer)
|
Melimpah
|
|
0,5-3
mil
|
|
3
|
Peperek
(Leiognathus spp)
|
Melimpah
|
Seluruh
kecamatan
|
0,5-3
mil
|
|
4
|
Biji
nangka (Upeneus spp)
|
Banyak
|
Seluruh
kecamatan
|
0,5-3
mil
|
|
5
|
Merah
(Lutjanus malabaricus)
|
Ada
|
Seluruh
kecamatan
|
0,5-3
mil
|
|
6
|
Tambangan
(L.johni)
|
Banyak
|
Seluruh
kecamatan
|
0,5-3
mil
|
|
7
|
Bambangan
(L.sanguneus)
|
Ada
|
Seluruh
kecamatan
|
0,5-3
mil
|
|
8
|
Ekor
Kuning (Caesio spp)
|
Melimpah
|
Seluruh
kecamatan
|
0,5-3
mil
|
|
9
|
Kapas-Kapas
(Gerres sp)
|
Banyak
|
Seluruh
kecamatan
|
0,5-3
mil
|
Ekosistem
mangrove tidak terlalu banyak di Kabupaten Kepulauan Selayar karena batuan
terjal dan curam. Meski demikian, luasan mangrove yang hanya 16,53 Ha terdapatRhizopora
spp dan Avicenna spp. Kabupaten ini merupakan gugusan
pulau-pulau karang dikenal sebagai pulau atol yang terbesar. Luasan terumbu
karang teridentifiksi mencapai 33.313,86 Ha. Tutupan karang didominasi oleh
bentuk koloni karang Non Acropora dalam bentuk karang bulat (massif), karang
menjalar dan bercabang. Luasan lamun tidak terlalu banyak, karena kondisi
pantai yang curam berbatu dan patahan. Jenis lamun yang ditemukan adalah Thallasia
sp, Cymodecae sp, Halophyla sp, Syrongodium sp, Halodule sp, dan Enhalus
sp.
2.9
Jenis Alat Tangkap Ikan di Kabupaten Selayar
Jenis alat tangkap yang umum digunakan di Kabupaten Selayar adalah
payang,
purse seine, jaring insang hanyut, jaring klitik, bagan perahu, bagan
tancap,
pancing tonda, pancing , bubu, sero dan alat pengumpul rumput laut.
Potensi
sumberdaya ikan di Kabupaten Selayar cukup besar, yang selama
ini
pemanfaatannya didominasi oleh nelayan-nelayan dari kabupaten tetangga
sendiri
misalnya Kabupaten Sinjai, Bulukumba, Bantaeng, Jeneponto dan Takalar.
Tabel 3. Jenis
dan jumlah alat penangkap ikan di Kecamatan Bontosikuyu
|
Jenis Alat Tangkap
|
Jumlah (unit)
|
|
Bagan
Tancap
|
5
|
|
Bagan
Perahu
|
5
|
|
Jaring
Insang Tetap
|
75
|
|
Jaring
Insang Dasar
|
75
|
|
Jaring
Insang Hanyut
|
215
|
|
Sero
|
30
|
|
Payang
|
12
|
|
Pancing
|
191
|
|
Pancing
Tonda
|
17
|
2.10 Kearifan Lokal Pulau Selayar
1. Lesung
Lesung merupakan salah satu simbol prinsip
kehidupan sederhana dikalangan masyarakat Kabupaten Kepulauan Selayar,
Sulawesi-Selatan dengan ciri khasnya sebagai komunitas masyarakat pedalaman
yang masih sangat mempertahankan dan menjunjung tinggi nilai-nilai
adat-istiadat serta tradisi warisan leluhur mereka.
Bagi masyarakat Kabupaten Kepulauan Selayar, lesung atau yang dalam
bahasa lokal setempat dikenal dengan sebutan "assung" lebih
banyak digunakan penduduk pedalaman terpencil maupun perkotaan sebagai alat
tumbuk tradisional terutama untuk mengolah beras menjadi tepung pembuatan bahan
baku makanan tradisional sejenis beras jagung atau te'te. Tepung yang
akan diolah dituangkan kedalam lubang lesung dan selanjutnya ditumbuk dengan
menggunakan bantuan peralatan berupa alu atau sejenis kayu tebal.
Salah satu hal yang menarik, sebab lesung
di Kabupaten Kepulauan Selayar memiliki perbedaan bentuk yang sangat kontras
dan unik jikalau dibandingkan dengan kebanyakan lesung di daerah Pulau Jawa dan
beberapa wilayah di sekitarnya.
Bentuk lesung di Kabupaten Kepulauan
Selayar yang berdiri tegak dan hanya dapat digunakan oleh maksimal dua orang
warga masyarakat menjadikan lesung ini berbeda dengan kebanyakan lesung-lesung
di daerah lainnya di Indonesia.
Menariknya lagi, sebab keberadaan mesin
pengolah tepung modern sama sekali tidak menggeser posisi lesung yang telah
dimanfatkan secara turun-temurun oleh masyarakat lokal setempat.
Pemanfaatan lesung di Kabupaten Kepulauan
Selayar tumbuh dan berkembang dari masyarakat pedalaman serta desa-desa
terpencil sampai akhirnya merambah ke sebahagian kecil wilayah kota Benteng
sebagai pusat ibukota kabupaten.
2. Tradisi adu kuda jantan
Tradisi adu kuda jantan
merupakan salah satu adat kebudayaan masyarakat kecamatan Pasimarannu yang setiap tahunnya digelar dalam
rangka memeriahkan pesta tahunan sebagai bagian dari kebudayaan turun temurun
masyarakat di daerah ini. Atraksi adu kuda seperti ini biasanya digelar di
tempat terbuka seperti lapangan ataupun kawasan pesisir pantai.

2.11 Perdagangan Ikan di
Pulau Selayar
Kegiatan
perdagangan ikan hidup asal perairan laut selayar masih terus marak dan terus
berlanjut hingga saat ini. Otomatis aktivitas penangkapan ikan hidup di wilayah
ini tentu saja masih ada. Malah dari penelusuran dan penggalian informasi FPS
di sejumlah pulau yang ada di
wilayah kawasan nasional takabonerate, tercatat aktivitas penangkapan ikan
hidup dengan menggunakan bahan bius atau potassium sianida semakin meningkat,
khususnya para nelayan pencari penyelam
di pulau jinato dan pulau latondu serta pulaua tarupa. Rata rata mereka
melakukan aktivitas di kawasan laut taman nasional takabonerate. Misalnya di
perairan taka bunging kamase dan taka totoke yang pas berada di tengah tengah
antara pulau jinato , kayuadi dan pasitallu. Kesemua wilayah ini berada dalam
kawasan laut terlindungi. Jadwal penyelaman
dilakukan pagi hari hingga siangnya. Nelayan penyelam dengan menggunakan bahan
bius potassium sianida ini, biasanya menggunakan perahu perahu yang di sebut
balapan, dengan peralatan selam seadanya dan compressor. Hasil tangkapan yang
paling diburu oleh nelayan adalah ikan sunu, dan kerapu hidup, karena kedua
jenis ikan ini mempunyai harga jual yang cukup menggiurkan. Harga perkilogram
ikan sunu hidup di beli oleh pedagang yang mempunyai keramba di wilayah
perairan pulau jinato sebelah barat seharga Rp.150 ribu, sementara kerapu hidup
di timbang dengan harga 50 ribu perkilogram.
BAB III
ANALISIS
Salah satu paradigma pembangunan yang banyak dianut
adalah paradigma modernisasi. Agen pembangunan internasional dan pemerintah
negara berkembang, menjadikan paradigma ini sebagai acuan otoritatif di dalam
mana ia dilaksanakan sebagai bagian integral dari pembangunan ekonomi secara
keseluruhan. Indonesia sejak tahun 1966, dalam proses pembangunannya, paradigma
ini juga turut merasuk ke hampir semua sektor kehidupan (Sasono, 1980),
termasuk dibidang perikanan dan kelautan (revolusi biru). Istilah revolusi biru
(modernisasi perikanan) merupakan turunan dari revolusi hijau pada sektor
pertanian, yang awal mulanya dilakukan melalui introduksi teknologi baru dalam
kegiatan perikanan (motorisasi dan inovasi alat tangkap).
Secara teoritis modernisasi
yang terjadi melalui kapitalisasi (peningkatan arus modal dan teknologi), akan
berpengaruh terhadap perubahan struktur sosial masyarakat. Peningkatan
kebutuhan spesialisasi pekerjaan atau tumbuhnya pekerjaan-pekerjaan baru dengan
posisi baru dalam struktur sosial masyarakat akan memainkan peranan-peranan
sosial tertentu sesuai dengan tuntutan statusnya. Struktur-strukrur yang baru
ini membawa sejumlah implikasi. Biersted (1970) mengemukakan tiga pokok
pemikiran berkaitan dengan hal tersebut, yaitu (1) pembagian kerja merupakan
wujud adanya bentuk pelapisan atau stratifikasi sosial dalam masyarakat; (2)
pembagian kerja menghasilkan ragam posisi atau status dan peranan yang berbeda;
dan (3) pembagian kerja sebagai fungsi dari besar kecilnya ukuran masyarakat,
semakin besar ukuran masyarakat, pembagian kerja pun semakin nyata. Berdasarkan proposisi
tersebut, maka dapat dikatakan bahwa stratifikasi sosial masyarakat dapat
berubah setelah adanya modernisasi.
Relevansi yang menunjukkan adanya pengaruh modernisasi
terhadap perubahan struktur sosial masyarakat telah banyak dipublikasikan.
Namun studi-studi tersebut, kebanyakan masih bertumpu pada kasus masyarakat
agraris dimana pertanian padi-sawah dominan, seperti yang dilakukan Hayami dan
Kikuchi (1987), Frans Huskens (1998), Collier et.all (1996), dan lainnya. Pada
umumnya menjelaskan bahwa, masyarakat agraris dalam konteks ekologi padi sawah
telah mengalami modernisasi namun masih merupakan representasi masyarakat
dengan cara produksi sederhana atau bahkan komersial dimana cara produksi
kapitalis yang padat teknologi serta industri pedesaan belum berkembang,
sehingga dinamika formasi sosial belum terlalu tinggi. Sementara untuk studi
sosiologi dengan mengambil kasus ekologi pantai dan pulau-pulau kecil dimana
perikanan tangkap merupakan ciri utama belum banyak dilakukan di Indonesia
Apa sebenarnya yang terjadi pada masyarakat nelayan
dengan program modernisasi, menjadi fenomena menarik untuk dikaji. Karena,
modernisasi yang secara ideologis seharusnya untuk mensejahterakan nelayan
tradisional justru realitanya anomali. Karena itu, studi ini hendak mengisi
wacana baru dalam sosiologi masyarakat nelayan dengan memfokuskan diri menelaah
dinamika formasi sosial yang terjadi akibat modernisasi yang telah berlangsung.
Pemahaman mendalam tentang modernisasi perikanan dengan pendekatan teori
sosiologi, diharapkan dapat memberi sumbangsih pemikiran dan informasi dalam upaya
penyiapan tatanan kelembagaan untuk sebuah keberlanjutan pembangunan (revolusi
biru) sehingga gerakan ini tidak mengulang “kegagalan” dari revolusi hijau yang
ternyata menyisakan wujud ketimpangan antar petani di pedesaan (Damanhuri,
1996)
Konteks faktual mengenai implikasi modernisasi
perikanan dalam kehidupan masyarakat nelayan, dapat digambarkan baik secara
makro maupun mikro. Secara makro, sebelum program modernisasi diluncurkan
nelayan belum terlalu terstratifikasi dalam struktur sosial masyarakat, karena
pola produksi mereka masih bersifat homogen, dimana penguasaan alat produksi
berupa alat penangkapan dan perahu masih dijadikan dasar stratifikasi. Dengan
belum berkembangnya alat produksi perikanan pada waktu itu, masyarakat nelayan
hanya terdiri dua lapisan, yakni; lapisan yang menguasai alat produksi berupa
perahu dan alat tangkap tradisional (punggaha) dan sahi (lapisan
yang tidak menguasai alat produksi dan bekerja pada punggaha).
Sistem produksi bersifat subsisten dan pola hubungan yang egaliter.Namun
seiring dengan masuknya program modernisasi perikanan, seiring pula terjadinya
perubahan dalam struktur sosial masyarakat. Pada tingkatan analisis mikro,
kehadiran modernisasi perikanan melalui berbagai bentuk inovasi teknologi
menciptakan konfigurasi cara produksi (mode of production) dalam formasi
sosial (social formation) dalam masyarakat, berupa hadirnya dua atau
lebih cara produksi secara bersamaan dan salah satu cara produksi mendominasi
cara lainnya (Budiman, 1995).
Salah satu
wilayah yang menjadikan sektor perikanan dan kelautan sebagai sektor andalan
dalam pertumbuhan ekonominya adalah Sulawesi Selatan yang terdiri dari empat
suku bangsa yaitu : Suku Bugis, Makassar, Mandar, dan Toraja. Jumlah
penduduknya tercatat sampai tahun 2004 sebanyak 8.342.083 jiwa, yang
terdiri dari laki-laki sebanyak
4.100.687jiwa (48,7%) dan perempuan
4.241.396 jiwa (51,3%). Dari jumlah penduduk tersebut, terdapat
354.007 jiwa merupakan nelayan dan 121.895 jiwa adalah petani
ikan. Potensi perikanan dan kelautan meliputi panjang garis pantai 2.500
km, perikanan laut 600.000 ton/tahun, perairan umum 40.000 ton/tahun, budidaya
tambak 150.000 ha, budidaya air tawar 100.000 ha dan areal budidaya laut
600.000 ha. Disamping itu terdapat pulapulau-pulau kecil sebanyak 232
buah, terdiri dari pulau-pulauSangkarang (Spermonde), Taka Bonerate
dan pulau-pulauSembilan di Pantai Timur (Dinas Perikanan dan Kelautan
SULSEL, 2005).
Pengkajian mengenai masyarakat nelayan dan budaya
bahari didaerah ini. Suku Bugis,
Makassar dan Mandar, dengan aglomerasi wilayah daerah pesisir pantai,
pulau-pulau dan pedalaman atau pegunungan representatif untuk dijadikan unit
analisis, karena sebagian besar masyarakatnya berprofesi sebagai nelayan dan
petani. Sementara untuk Suku Toraja hanya mendiami daerah pegunungan saja,
sehingga masyarakatnya didominasi sebagai petani (Sallatang, 1976).
Modernisasi perikanan di Sulawesi
Selatan, penggambaran secara kontekstual dimulai sejak akhir tahun
1970-an (Orde Baru), kegiatan itu ditandai dengan pemberian bantuan kredit
untuk motorisasi dan pembuatan perahu yang selanjutnya diiringi dengan
pembenahan manajerial. Memasuki pertengahan tahun 1980-an modernisasi perikanan
(motorisasi dan alat tangkap) mencapai puncak perkembangannya. Perahutonase
besar menggeser perahu tonase kecil dengan daerah tangkapan (fishing ground)
meluas ke laut dalam (offshore),perahu layar tradisional sudah semakin
sulit ditemukan dan beroperasi di wilayah pesisir. Penggunaan alat tangkap
modern seperti gae (purse seine), rengge (jaring
lingkar) dan panja (gill net) yang daya
tangkapnya lebih besar karena peralatannya kompleks, juga semakin menyingkirkan
penggunaan alat tangkap tradisional seperti bubu, pancing, jala, bagang, sero
dan sebagainya (Salman, 1997).
Namun, secara realitas kondisi
nelayan tradisional sebagai kelompok yang paling berkepentingan
dengan program modernisasi, juga memperlihatkan tampilan yang
sebaliknya. Nelayan pesisir dan nelayan pulau di Sulawesi Selatan dalam
melakukan kegiatan penangkapan ikan lebih banyak menentukan daerah
penangkapannya berdasarkan pengetahuan turun temurun. Ironisnya, sumbangsih
alternatif daerah penangkapan dan pengawasan jalur-jalur penangkapan yang
selayaknya diberikan oleh pemerintah masih sangat sedikit dilakukan. Akibatnya,
pengkonsentrasian aktivitas penangkapan ikan tidak dapat dihindari dengan
bersandar kepada kemampuan investasi semata sehingga berbagai macam konflik
antara kelompok-kelompok nelayan juga sebuah realitas. Bagi kelompok
nelayan yang terpinggirkan akibat hal ini semakin terdesak, sehingga mereka
terkadang menggunakan jalan pintas melalui illegal fishing(penggunaan
bom, bius ikan dan sebagainya) dengan alasan yang sederhana demi mempertahankan
hidup (Nur Indar, 2005).
Persoalan kesenjangan dalam stratifikasi
sosial (struktur berdasarkan produksi) yang tercipta pasca modernisasi juga terpresentasikan dengan jelas, khususnya antara
kelompok punggaha (kelompok yang menguasai fasilitas materil dan
non materil) dan kelompok sahi(common people) sebagai kelas pekerja, terutama menyangkut perbedaan tingkat pendapatan dan kondisi
kesejahteraan ekonomi yang mereka miliki.
Oleh karena itu, fenomena diatas masih
diyakini oleh beberapa peneliti sebagai salah satu faktor penyebab, mengapa
hubungan patron-klien dalam kalangan masyarakat nelayan masih
sangat terpresentasikan. Asumsi ini dilihat dari pertukaran material dan
jasa yang tidak seimbang antara punggaha (patron) dan sahi (klien),
sehingga ketergantungan sahi kepada punggaha masih
cukup besar. Konteks ini dipertegas dari hasil temuan Salman (2002) bahwa
kondisi masyarakat nelayan di Sulawesi Selatan menunjukkan hubungan
patron-klien masih sangat signifikan jika dibandingkan dengan masyarakat
pertanian atau masyarakat perkotaan, sehingga kemajuan disisi produksi akibat
modernisasi yang berlangsung belum diikuti sepenuhnya oleh pergeseran
hubungan patron-klien ke hubungan industrial yang sifatnya
kontraktual.
BAB IV
SIMPULAN DAN SARAN
4.1
Kesimpulan
Selayar memiliki potensi
perairan yang cukup besar dan kearifan lokal yang sebenarnya menarik jika
dikembangkan. Bila ditilik dari visi misi daerahnya yang berfokus pada bahari,
Selayar dapat dijadikan tempat pariwisata sekaligus contoh di dunia maritim.
Apalagi dengan sejarah daerah Selayar sendiri yang tidak lepas dari kemaritiman
di Indonesia. Tetapi, kurangnya pengetahuan masyarakat salah satunya mengenai
alat tangkap ikan yang baik masih menjadi kendala. Penangkapan ikan yang secara
besar-besaran dapat mengurangi sumber daya perikanan yang terdapat di daerah
tersebut. Selain itu, hanya di beberapa kecamatan saja yang nelayannya cukup
maju dan mengembangkan alat tangkap yang digunakan. Dan pembagian kelas
berdasarkan bourgeoise dan plotecar
masih saja dapat kita lihat di daerah pesisir seperti Selayar.
4.2 Saran
Sebaiknya terdapat interaksi yang
baik antara masyakat dengan masyarakat ataupun masyarakat dengan pemerintahan.
Sehingga, kebijakan yang sebenarnya sudah sangat baik dengan memanfaatkan
potensi perairan yang ada dapat diaplikasikan dengan baik. Memanfaatkan sumber
daya alam yang ada tanpa memusnahkannya. Nelayan yang sudah mulai maju dengan
mengembangkan fasilitas alat tangkap seperti di kecamatan Passimasungu memberikan informasi kepada masyarakat di
kecamatan lain agar pemerataan kesejahteraan dapat terwujud.
Daftar Pustaka
Sianipar, Inriani Mustika
Lamtiur. 2015. Pranata
Masyarakat Indonesia. Sekolah Tinggi Bahasa Asing.
Andrey Koortayev, Artemy
Malkov, and Daria Khaltourina. Introduction
to Social Macrodynamic, Moscow: URSS, 2006
Dinas
Perikanan Kabupaten Selayar. 2006. Laporan Tahunan Dinas Perikanan Kabupaten
Selayar. Benteng.
Dinas
Perikanan Propinsi Dati I Sulawesi Selatan. 1996-2005. Laporan Statistik
Perikanan Sulawesi Selatan. Makassar.
Lehodey,
P., Bertignac, M., Hampton, J., Lewis, A. and Picaut, J. 1997. El Niño southern
oscillation and tuna in the western Pacific. Nature 389:715-718.
Lehodey,
P., Andre, J.M., Bertignac, M. 1998. Predicting skipjack tuna forage
distributions in the equatorial Pacific using a coupled dynamical
bio-geochemical model. Fish. Oceanogr. 7: 317-325.
Mallawa,
A. Najamuddin, Zainuddin, M., Musbir, Safruddin, dan Fahrul. 2006. Studi
Pendugaan Potensi Sumberdaya Perikanan dan Kelautan Kabupaten Selayar.
Kerjasama Litbang Kabupaten Selayar. Selayar.
Bisosial, Admin. Pengertian Sosiologi Menurut Para Ahli.
From http://www.bisosial.com/2012/05/pengertian-sosiologi-menurut-para-ahli_18 diakses pada tanggal 10 Maret 2015 pukul
16.56 WIB
Direktorat Jenderal
Kelautan, Pesisir, dan Pulau-pulau Kecil Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2015.
Data Kawasan Konservasi. From http://kkji.kp3k.kkp.go.id/index.php/basisdata-kawasan-konservasi/details/1/93 diakses pada tanggal 10
Maret 2015 pukul 18.17 WIB
Asba, Rasyid A. 2008. Merajut Simpul Budaya Selayar Pulau Niaga Nusantara. From repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/.../L.%20Sejarah%20Selayar.doc...
diakses pada tanggal 11 Maret 2015 pukul 07.38 WIB
Universitas Muhammadiyah
Semarang. Pasimarannu, Kepulauan Selayar.
From http://mahasiswa-unimus.unimus.web.id/_b.php?_b=info&id=93907 diakses pada tanggal 11
Maret 2015 pukul 08.35 WIB
Syarif,Fadly. 2014. Tradisi
Lesung’ Simbolkan Kearifan Lokal Pulau Selayar. From http://www.radarnusantara.com/2014/05/tradisi-lesung-simbolkan-kearifan-lokal.html diakses pada tanggal 11 Maret 2015 pukul 07.39 WIB
Ihsan, Arsil. 2010. Perdagangan Ikan Hidup yang Disinyalir
Hasil Ilegal Fishing di Wilayah Kepulauan Selayar Terus Berlanjut. From http://hukum.kompasiana.com/2010/07/05/perdagangan-ikan-hidup-yang-di-sinyalir-hasil-iiegal-fishing-di-wilayah-kepulauan-selayar-terus-berlanjut-185614.html diakses pada tanggal 11
Maret 2015 pukul 09. 03 WIB



Tidak ada komentar:
Posting Komentar